Jejaring Sosial dan Rumah Sakit

Kini jejaring sosial seperti facebook, twitter dan lain sebagainya semakin merambah ke mana-mana, termasuk penggunaannya oleh para staf dan tenaga medis di rumah sakit. Untuk alasan yang serupa sebagaimana ditulis dalam ‘Dokter Jangan Ngeblog’ oleh Dani Iswara. Saya juga menemukan tulisan-tulisan yang serupa tentang kekhawatiran pada jejaring sosial.

Sekarang mereka yang sudah menjamah dunia mobile internet setidaknya akan memiliki waktu untuk beramah tamah melalui jejaring sosial, baik saat waktu luang di rumah atau pun waktu luang di saat bekerja. Saya secara pribadi tidak ada masalah dengan kegiatan-kegiatan seperti ini, namun jika sudah memasuki ranah profesi medis, maka ‘cuap-cuap’ di jejaring sosial bisa dengan atau tanpa sengaja melanggar standar privasi. Dan biasanya yang menjadi korban adalah pasien.

Misalnya sebagaimana yang ditulis dalam latimes.com, sebuah artikel berjudul ‘When Facebook goes to the hospital, patient may suffer’ disebutkan sebagai berikut:

Instead of focusing on treating him, an employee said, St. Mary nurses and other hospital staff did the unthinkable: They snapped photos of the dying man and posted them on Facebook.

Four staff members were fired and three disciplined, according to a St. Mary spokeswoman. At least two nurses were involved, but none was fired, a union spokesman said.

Ada kejadian yang mungkin disengaja atau tidak saat staf atau tenaga medis rumah sakit mengambil dokumentasi (gambar, catatan) mengenai situasi rumah sakit, dan informasi atau data tentang pasien terekam di dalamnya. Data di sini bisa jadi wajah atau ciri khusus pasien dan kondisi pasien.

Jika kemudian dokumentasi ini masuk ke dalam jejaring sosial, maka bisa terjadi pelanggaran terhadap privasi pasien. Misalnya saja, seorang mengambil foto antrian di loket pendaftaran, mungkin tanpa maksud buruk tentunya – kemudian mengunggahnya ke salah satu jejaring sosial dan memberi tambahan keterangan tentang panjangnya antrian pendaftaran di rumah sakit X. Di sana mungkin saja terekam wajah salah satu pasien yang tidak dia tidak ingin sanak keluarganya mengetahui bahwa ia sedang sakit dan berobat, namun sekarang ada dokumentasi yang beredar di internet yang bisa mengarahkan dugaan bahwa ia sedang berobat di rumah sakit X.

Demikian juga dengan percakapan via dinding facebook atau twitter, misalnya saja membincangkan ada pasien baru masuk dengan kondisi gawat sehingga membuat seorang petugas medis mesti begini dan begitu. Walau identitas pasien tidak sebutkan, namun bisa saja penelusuran dari percakapan tersebut memberikan jejak menuju si pasien. Misal dalam sumber saya sama saya kutipkan:

In June, five nurses were fired at Tri-City Medical Center in Oceanside after hospital managers discovered they had been discussing patients on Facebook. Hospital officials reported the incident to the California Department of Public Health, according to hospital spokeswoman Courtney Berlin. The department is investigating, a spokesman said.

Dunia medis memiliki etika yang dipegang, dan tentunya juga etika-etika yang melindungi medical secrecy. Bahkan wartawan yang menulis tentang hal-hal pribadi-pun memiliki etika untuk meminta izin terlebih dahulu pada subyek. Namun tentunya – saya rasa – pasien dan kondisinya bukanlah sebuah obyek untuk pergunjingan di dunia maya, atau pun sekadar obyek untuk pembaruan status jejaring sosial sembari iseng melepas penat.

Diterbitkan oleh Cahya

A writer, a tea & poet lover, a xanxia addict, an accidental photographer, - a medical doctor.

14 tanggapan untuk “Jejaring Sosial dan Rumah Sakit

  1. wah..
    kalo sampe nyebarin poto2 pasien mah jangann deh..
    melanggar privasi pasien 🙂
    tapi kalau dipakebuat menjaga silaturahmi mah boleh2 aja lah, dokter kan juga manusia yahhh,butuh bersosialisasi.. hihi

    Suka

    1. Fiya,

      Silahturahmi tidak masalah, asal tidak membawa informasi yang termasuk dalam medical secrecy ke dalamnya. Kadang kan ada juga yang tidak sadar saat ngobrol, kemudian masuk ke dunia kerja, akhirnya malah jadi 'ember bocor', yah jangan sampai ke situ saja arahnya.

      Suka

  2. Wah wah wah… nge-online ato nge-blog harus tahu dong.. 😦
    Gileee, masa' orang sekarat difoto terus fotonya disebarluaskan..??? Parah…

    Suka

    1. Mas Asop,

      Itulah mengapa etika profesi selayaknya mendapatkan tempat yang sejajar dengan ilmu profesi itu sendiri.

      Kadang keisengan yang berlebihan menjadi salah satu faktor penyebabnya. Ndak sadar kalau keisengannya merugikan orang lain.

      Suka

  3. Masalahnya, privasi dalam tulisan di atas berbenturan dengan kepentingan publik juga. Foto tentang kondiri rumah sakit atau pasien ketika diunggah bisa saja bertujuan baik. Tapi ketika ada wilayah personal yang terekam dengan jelas, memang bisa jadi masalah. Mungkin dalam pengambilan gambar perlu sedikit berhati-hati kali ya 🙂

    Suka

    1. Mas Is,

      Saya rasa privasi memang akan menjadi masalah yang cukup pelik, ketika tidak munculnya empati di dalam penyampaian dan penyajian suatu informasi.

      Suka

  4. Suci,

    Mungkin di Indonesia belum ada banyak yang memberi perhatian, walau konsep serupa selalu ditekankan ketika jenjang pendidikan. Tapi kalau di luar negeri, hal-hal seperti ini sering kali jadi perhatian yang serius.

    Kalau mau dikembalikan ke masing-masing individu rasanya susah, karena menyangkut standar profesi yang mestinya sudah baku.

    Lea,

    Kebetulan lumayan baik. Selamat menjalankan ibadah puasa :).

    Mr. Kem,

    Sebenarnya bukan dibatasi, namun dikelola lebih bijak. Dan diharapkan dalam penggunaannya tidak terjadi pelanggaran terhadap standar profesi maupun norma yang berlaku di masyarakat.

    mocha-chi,

    Nah, kalau itu sudah ada komitenya sendiri untuk menangani masalah seperti itu.

    Mas Pushandaka,

    Jurnalisme warga pun kan masih terikat dengan kode jurnalistik kan? Kalau itu mungkin perlu didiskusikan dengan mereka yang ahli di bidang jurnalistik.

    Namun jika dalam etika profesi medis, sering kali benturan seperti ini terjadi. Biasanya sebelum mengambil gambar, kita minta izin dulu pada orang-orang yang akan terekam di dalamnya, dan dijelaskan tujuan pengambilan gambar tersebut.

    Suka

  5. Sebaiknya tidak menyebutkan hal yang sangat privasi menjadi rahasia medis.

    Sepanjang untuk edukasi, sangat diperlukan publikasi yang positif dan konstruktif.

    HAPPY Nice Blogging. 😉

    Suka

  6. Tapi bagaimana dengan jurnalisme warga? Bagaimana apabila ada orang yang mau menyebarkan informasi tentang antrian panjang di sebuah rumah sakit misalnya, dan kemudian mereka menyebarluaskan berita itu melalui facebook?

    Tapi kalau kelakuan perawat-perawat di RS St. Mary sih memang kebangetan. 🙂

    Suka

  7. pengaruh teknologi sudah menyebar luas dikalangan masyarakat, butuh kerja keras untuk bisa membatasi / melarang sesuatu untuk disebarkan melalui jejaring sosial ini..

    Suka

  8. Punapi gatra??

    howdy?how's life?dah lama ga berkunjung k blog cahya..kangen saya.. 🙂

    btw sekarang pake captcha dok,capedeh!

    Maaf lahir bahin yah.. 😀

    Suka

  9. Yupp..bner bgt..tp susah bgt misahinnya.. Apalg mulai bnyk regenerasi SDM d Rs. Mreka udh lbh dulu knal teknologi sblm masuk dunia kerja.. Tinggal mawas diri aja..bicarakan dgn simbols mungkin..atau gunakan pesan private..that's much better..

    Suka

Komentar ditutup.

%d blogger menyukai ini: