Ketika Negara Indonesia memasuki usia 65 tahun, tampaknya kedamaian belum banyak tercipta, ada masih ada konflik di pelbagai daerah. Tentunya juga termasuk konflik di Internet (ingat, menurut panduan bahasa Indonesia, huruf “I” pada kata ‘Internet’ menggunakan huruf kapital).
Kali ini kekesalan oleh beberapa narablog ditujukan pada sebuah blog yang dikecam tidak menghargai etika penulisan blog, kaidah jurnalistik, dan melalukan plagiat terhadap beberapa blog. Blog yang banyak dikecam saat ini adalah “Koran Anak Indonesia”.
Setidaknya ada tiga blog yang mengulas tentang hal ini di dunia maya. Salah satu yang paling serius melakukan kecaman adalah blog “Things Left Unsaid” setidaknya dalam dua tulisannya itu terlihat sangat jelas, yaitu “Membedah Artikel Jiplakan di Koran Anak Indonesia” dan “Blog Koran Anak Indonesia Memang Tidak Tahu Etika.” Dan setidaknya mungkin ada dua tulisan lagi sebelumnya yang membahas hal serupa. Dan diskusinya pun cukup ‘panas’ di blog-blog tersebut.
Kemudian, baru-baru ini salah satu blog besar tentang astronomi di negeri ini juga mengeluarkan kecaman. “Langit Selatan” mengecam blog “Koran Anak Indonesia” melalui tulisan “Plagiasi Internet, Pencurian Karya di Dunia Maya.” Redaksi blog “Langit Selatan” secara terang-terangan mengecam keras tindakan blog “Koran Anak Indonesia” yang setidaknya telah ‘mencuri’ dan ‘mengakui’ 21 tulisan di “Langit Selatan” sebagai hak ciptanya “Koran Anak Indonesia”.
Tulisan lainnya, “Lagi-lagi tentang plagiat” oleh Avivah Yamani juga menyoroti hal serupa.
Nah, apakah blog anda pernah menjadi korban plagiat? Atau mungkin malah pernah muncul di blog “Koran Anak Indonesia”?
Yang memprihatinkan adalah, walau sudah ada yang memberikan pernyataan tentang duplicate content di blog tersebut, namun tetap saja blog itu tetap berdiri dengan cuek-nya. Seakan-akan itu hanya gonggongan dari anjing ompong.
Negeri ini sudah 65 tahun merdeka, namun plagiarisme yang merupakan salah satu bentuk penjajahan terhadap etika kejujuran dalam menuangkan pendapat dan pikiran masih saja berkeliaran. Jumlah narablog di Indonesia sangat banyak, apakah pekikan kata “MERDEKA” mereka hanya simbolisasi ritual di dunia maya, sementara hal-hal yang mengonyak nilai kebebasan yang bertanggung jawab itu terkoyak dan mereka hanya diam saja?
Depkominfo Kementrian Kominfo (ralat oleh Narablog Ryosaeba) sedang sibuk menjaring, menjerat dan menghalangi konten prono di dunia maya, namun pembangunan dan perlindungan kreativitas para pengguna teknologi informasi entah ada di mana. Internet adalah sesuatu yang selayaknya lebih dikontrol oleh komunitasnya, namun kalau komunitasnya diam dan pemerintahnya tidak berbuat apa-apa, yah perang-perang seperti ini akan selalu berlangsung di dunia maya.
Alasannya sederhana, sebagaimana yang saya tuliskan dalam “Memberi Kredit Itu, Manusiawi” – pun demikian toh kebanyak mereka yang tidak menghargai jerih payah orang lain masih berserakan di mana-mana. Mau kesal? – silakan, mau marah? – silakan juga. Jadi, quo vadis etika penulisan di dunia maya itu?
Tinggalkan Balasan