Berita pun wacana tentang adanya usulan tes keperawanan dalam tulisan salah satu rekan narablog. Saya tidak tahu menahu bagaimana isu ini bermula, apa latar belakang isu ini bergulir. Namun dari beberapa tulisan media massa, saya mendapat gambaran bahwa isu ini ditujukan untuk anak remaja agar dites keperawanannya, yaitu pada saat penerimaan siswa baru.
Saya sebelumnya telah menulis dalam “Keperawanan dalam Perspektif Kekinian”, bahwasanya, tidak ada metode yang valid dalam menentukan apakah seseorang perawan atau tidak, bahkan itu bisa dikatakan mustahil. Apalagi tes keperawanan termasuk “kekerasan pada perempuan”, karena telah melanggar batas privasi. Nah, kini siapakah yang berani disumpah untuk memberikan pemeriksaan valid terhadap keperawanan mengetahui hal itu tidak mungkin dibuktikan, dan juga termasuk melakukan kekerasan pada perempuan?
Ini adalah gambaran kecil tentang apa yang mungkin terjadi…
Anda memiliki seorang anak putri yang begitu Anda sayangi – ya, setiap orang tua tentunya menyayangi anaknya. Ia suka menari, ia suka bersepeda, ia suka berenang. Sayangnya ia memiliki himen (selaput dara) yang secara struktur anatomis dan histologis dapat dikatakan himen yang rapuh. Jadi regangan saat gerakan menari balet bisa merobeknya, benturan pada sadel sepeda bisa merobeknya, menggunakan tampon saat renang bisa merobeknya. Dan malangnya, ia tidak akan pernah merasa, sadar ataupun tahu bahwa himennya robek, bahkan anak gadis ini mungkin tidak pernah tahu tentang himen.
Kini anak gadis anda memasuki sekolah baru, Anda mengantarnya. Dan ternyata di sana ada tes keperawanan. Lalu si pemeriksa keluar dan menyampaikan hasil tes bahwa anak anda (mungkin) sudah tidak perawan lagi. Bayangkan, Anda bisa mengalami syok yang hebat, bisa jadi jika Anda memiliki riwayat penyakit jantung, Anda akan tersungkur di tempat. Karena setahu Anda bahwa putri anda adalah anak yang baik-baik. Anda bisa jadi memarahi putri anda dan memintanya mengaku untuk sesuatu yang tak pernah dia tahu. Anda persis seperti pemeran polisi jahat dalam adegan bad cop & good cop dalam menginterogasi tersangka kriminal. Anda merasa harapan anda pupus sekita.
Di sisi lain, putri anda yang tidak pernah merasa melakukan hubungan badan dan tidak mengerti bagaimana ia bisa dikatakan tidak perawan lagi akan lebih tertekan dan kebingungan. Ini adalah dampak psikologis yang hebat. Jika hal ini tersebar, ia bisa jadi gunjingan oleh teman-temannya dan masyarakat. Ia bisa menutup diri dari lingkungan, ia bisa mencurigai orang-orang di sekitarnya karena menduga seseorang telah berbuat yang tidak-tidak saat ia tidak mengetahuinya. Ia menjadi orang yang tertutup dan tidak percaya pada lingkungan, sementara ia menderita secara psikologis.
Hal-hal yang melandasi ide wacana tes keperawanan ini mungkin bukanlah ide yang buruk. Namun jika tidak memahami tentang isu keperawanan secara esensial, janganlah meluncurkan ide-ide seperti itu. Negeri ini sudah banyak masalah, jangan ditambahkan dengan masalah lagi.
Pun demikian saya rasa bukan berarti kita tidak memberikan perhatian terhadap hal-hal seperti ini. Edukasi tentang seks pada anak juga melibatkan unsur orang tua. Jangan sampai orang tua sibuk dengan pekerjaan, lalu semua pendidikan anak hanya dipercayakan pada sekolah. Padahal untuk menjadikan seorang anak sebagai sosok yang budiman, itu adalah sepenuhnya kewajiban orang tua.
Jika tidak ingin anak terjerembab ke dalam pergaulan bebas termasuk free sex, maka berilah edukasi dan teladan yang baik. Berikan pemahaman, sehingga anak-anak melihat dengan pengetahuan dan kesadaran, dan bertindak sesuai dengan nurani, dan mereka berani mengatakan tidak pada free sex karena nurani mereka berkata demikian. Bukan berani berkata tidak karena takut ketahuan, atau takut malu jika diperiksa ternyata dibilang tidak perawan lagi. Tugas generasi sebelumnya adalah menuntun generasi berikutnya sebagai insan yang hidup dengan kesadaran, bukan dengan kekakangan ketakutan yang menciptakan jiwa-jiwa yang kerdil.
Jiwa-jiwa yang kerdil akan mudah melakukan pelarian. Saya tidak akan heran jika di pasaran semakin laris alat pemalsu keperawanan nantinya. Dan saya rasa negeri ini tidak memerlukan masalah-masalah sosial bertambah lagi.
Jika Anda tidak khawatir tidak sanggup membimbing putra dan putri anda untuk itu, maka sebaiknya ya tidak usahlah membuat anak sekalian. Ya, ini memang tidak mudah. Jika jadi orang tua itu mudah, maka tidak akan ada istilah anak yang salah asuh di dunia ini. Orang tua memerlukan komitmen yang penuh dengan kesungguhan untuk membimbing anak-anaknya, dan komitmen ini juga mestinya hadir sebelum seseorang memutuskan untuk berkeluarga. Karena ketika orang sudah mengatakan menemukan pendamping hidup, maka pendidikan anak seharusnya sudah menjadi agenda yang tidak dapat dipungkiri lagi.
Jika Anda menggulirkan ide tes keperawanan atau mendukung ide ini, bisa jadi Anda adalah orang yang tidak siap untuk bertanggung jawab atas pendidikan keluarga yang baik untuk anak-anak anda.
Dan akhir kata, saya percaya bahwa perempuan bukanlah barang yang bisa semena-mena dites untuk mengetahui kualitasnya ala paradigma pemikiran tertentu, termasuk tes keperawanan di dalamnya.
Interagency statement calls for the elimination of “virginity-testing”
“Health professionals can be great agents for change. With support from health systems and governments, they can recognise that “virginity testing” has no medical or clinical bases, refuse to carry out the harmful practice, and educate the public about this.
Tinggalkan Balasan