Dalam dunia kedokteran selalu ada hal-hal yang menyulitkan untuk menegakkan diagnosis, apalagi memberikan terapi. Salah satunya adalah apa yang dikenal sebagai malingering, yang secara umum bisa digambarkan sebagai berpura-pura sakit.
Pernahkah Anda menemukan anak sekolah yang tiba-tiba mengeluh sakit perut saat masa ujian tiba, atau saat gilirannya maju ke depan kelas untuk mengerjakan soal. Ya, bisa jadi dia memang sakit dalam arti yang sesungguhnya, bisa jadi itu hanya berpura-pura. Tapi masalahnya, yang manakah yang benar?
Demikian juga hal pada orang dewasa. Ketika dipanggil untuk tugas lapangan, tiba-tiba mengeluh mengalami gangguan penglihatan. Apa itu benar atau tidak?
Permasalahannya terletak pada kemampuan diagnosis seorang dokter. Sayangnya malingering bisa jadi begitu nyaris sempurna tampak seperti aslinya, orang tidak perlu bersekolah khusus guna menghasilkan malingering yang dapat mengelabui petugas medis. Apalagi jika petugas medis sedang disibukkan dengan banyak kasus lainnya, bisa jadi malingering lolos tanpa terdeteksi.
Dalam DSM-IV-TR dijelaskan bahwa malingering adalah:
The essential feature of Malingering is the intentional production of false or grossly exaggerated physical or psychological symptoms, motivated by external incentives such as avoiding military duty, avoiding work, obtaining financial compensation, evading criminal prosecution, or obtaining drugs.
Jadi dalam malingering terdapat suatu perilaku yang disengaja dalam menghasilkan gejala-gejala fisik dan psikologis palsu atau yang dibesar-besarkan, dan dimotivasi oleh keuntungan dari luar, misalnya menghindari tugas/wajib militer, menghindari kerja, mendapatkan kompensasi finansial, menghindari eksekusi kriminal, atau mendapatkan obat-obatan.
Selalu ada suatu upaya mendapatkan “keuntungan pribadi” dalam timbulnya malingering.
Dalam dunia kedokteran, seorang dokter selalu dihadapkan pada empat tipe pasien:
- Mereka yang memerlukan perhatian dan/atau bantuan medis;
- Mereka yang berpikir bahwa diri mereka memerlukan perhatian dan/atau bantuan medis (hipokondriakus);
- Malingering; dan
- Dan mereka yang secara terbuka menyatakan bahwa mereka ingin mendapatkan dispensasi dari kerja dengan surat keterangan dokter.
Dan malingering lumayan susah dihadapi, karena “berbohong” merupakan bagian dari karakter seseorang, dan berbohong untuk mendapatkan keuntungan pribadi sudah ada sejak zaman dahulu kala. Bahkan dalam keseharian pun kita akan sulit membedakan mana kata-kata yang benar dan mana yang bohong, pada mereka yang sudah terbiasa berbohong secara rapi.
Dalam tulisan “Malingering” oleh David Bienenfeld, seorang profesor di bidang psikiatri, bahwa ada hubungan antara gangguan personalitas antisosial dengan malingering. Mereka memiliki sifat antisosial cenderung muncul malingering dalam kesehariannya.
Selain adanya tanda-tanda kelainan personalitas antisosial, perhatikan juga pasien yang datang dengan menuntut keuntungan medikolegal juga (menuntut kompensasi atas trauma), pasien yang ditemukan adanya kesimpangsiuran antara gejala yang dikeluhkan dengan temuan objektif pada pemeriksaan, pasien yang kurang menunjukkan kerja sama selama evaluasi dan dalam menuruti terapi yang diresepkan. Dalam hal ini, jika tanda-tanda di atas ada, dokter bisa menempatkan malingering sebagai salah satu yang menjadi pertimbangan.
Sering kali pemeriksaan pada pasien yang dicurigai malingering memerlukan waktu yang cukup lama, karena bagaimana pun juga sebelum kemungkinan malingering bisa disingkirkan, maka pemeriksaan ke arah itu akan tetap dilanjutkan. Hal ini juga bisa terjadi secara alami dalam pemeriksaan oleh dokter, apalagi karena pasien dengan malingering sering mengeluh sesuatu yang tidak bisa ditemukan secara objektif oleh dokter.
Pemeriksaan dalam waktu yang cukup panjang ini memiliki keuntungan dan kerugian tersendiri. Di satu sisi, pasien dengan malingering mungkin tidak akan bisa tetap konsentrasi dan mempertahankan kemampuannya dalam menciptakan kebohongan, sehingga malingering semakin bisa dilihat bentuknya. Di sisi lain, pelayanan untuk pasien-pasien lain mungkin akan terganggu, apalagi pada instalasi kesehatan yang cukup sibuk seperti di puskesmas, di mana seorang dokter bisa jadi tidak punya cukup waktu untuk membuktikan bahwa seorang pasien datang dengan malinering, sementara pasien-pasien lain di luar masih memerlukan perhatian medis.
Inilah mengapa malingering itu menyusahkan, karena merugikan baik waktu maupun sumber daya kesehatan yang lainnya. Namun tetap malingering harus ditegakkan ada atau tidaknya, jika tidak maka kemungkinan penyakit yang sesungguhnya masih ada di sana dan itu bukanlah malingering.
Pun tentu saja dokter dibekali dengan senjata-senjata yang ampuh untuk mendeteksi malingering, sepertinya misalnya pemeriksaan nistagmus optokinetik pada pasien yang diduga berpura-pura buta, tapi dalam beberapa kasus, pengalaman dan keahlian yang lebih diperlukan dalam menguak ada atau tidaknya malingering.
Silakan lihat beberapa referensi lain mengenai malinering untuk dikenal secara mendasar, seperti di Wikipedia, Encyclopedia of Mental Disorders, eMedicine.
Tinggalkan Balasan