Menurut Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. SE/01/03/M.PAN/2009 tentang “Penggunaan dan Pemanfaatan Perangkat Lunak Legal dan Open Source Software (OSS)”, maka tahun ini adalah batas terakhir instansi pemerintahan ditolerir untuk menggunakan peranti lunak bajakan.
Ada beberapa poin dalam surat edaran ini, misalnya seluruh seluruh instansi pemerintah wajib menggunakan perangkat lunak open source atau legal, dan pelaksanaan hal ini dipantau dengan batas waktu migrasinya adalah akhir tahun 2011.
Saya bukan orang yang bekerja di pemerintah, sehingga saya tidak tahu apakah hal ini telah terwujud atau tidak. Namun jika Anda bekerja di pemerintahan, Anda mungkin bisa mengetahui apakah kantor anda sudah menggunakan Linux atau masih setia dengan Windows bajakan.
Tidak hanya Indonesia, bahkan banyak negara sudah beralih ke peranti lunak dan dokumen format terbuka. Uni Eropa misalnya, telah lama menggaungkan hal ini. Dan baru-baru ini, Rio de Janeiro, salah satu negara bagian terbesar di Brazil telah memberikan mandat penggunaan data format terbuka, yang diharapkan memberikan manfaat pada kemandirian bangsa dan aksesibilitas dokumen perintah terhadap seluruh masyarakat. Juga diperkirakan Rio de Janeiro akan bisa menghemat sekitar 1 juta dolar per bulannya untuk lisensi, dan di saat bersamaan mengembangkan pasar IT lokal.
Migrasi menuju penggunaan OSS dan ODF, akan memberikan keuntungan besar bagi Indonesia. Bayangkan jika penghematan tersebut bisa diinvestasikan untuk pendidikan IT di sekolah-sekolah terpencil di sepanjang zamrud khatulistiwa.
Saya dengar Menkominfo juga pernah mengirimkan surat pada Mendiknas untuk menambahkan jam mata pelajaran FOSS pada kurikulum TIK. Meski demikian rasanya masih akan banyak kesulitan, jangan guru-guru yang tersedia saat ini, seberapa banyak yang memahami FOSS seperti Linux dan signifikansinya terhadap perkembangan dunia teknologi informasi di nusantara. Jangan perangkat sekolah, jika saya memanggil teknisi dari toko komputer di kota kecil saya saja mereka tidak paham tentang implementasi FOSS.
Mungkin kita memang malas belajar tentang aplikasi praktis FOSS dalam keseharian kita, padahal pemerintah juga sudah menyediakan situs FOSS ID – yang meski mungkin tidak tampak begitu menarik dan dengan fonta yang cukup kecil untuk dibaca oleh pasang-pasang mata yang sedikit mengalami gangguan.
Atau mungkin kita kurang “melek” dalam hal perkembangan teknologi? Setahu saya – misalnya – pihak pengembang IGOS Nusantara sudah melakukan (cukup) banyak sosialisasi, termasuk pelatihan dan pembagian peranti lunak secara cuma-cuma. Termasuk dengan pengadaan IOSA – ajang penghargaan bagi pihak yang berhasil bermigrasi ke peranti lunak bersumber kode terbuka dengan baik.
Tentu saja dalam migrasi open source tidak ada kewajiban, terutama bagi pihak swasta yang mampu membeli lisensi dan memerlukan peranti proprietary seperti Microsoft Windows. Namun data format terbuka saya rasa sudah saatnya mendapatkan tempatnya di pelbagai aspek yang berkaitan dengan pemanfaatan teknologi informasi.
Sudahkah Anda menggunakan peranti lunak legal dan data berformat terbuka, baik di lingkungan kerja/pendidikan ataupun pribadi?
Tinggalkan Balasan