Oleh sebab beberapa kasus belakangan ini, maka saya hendak menulis sekilas tentang keracunan makanan. Apa yang biasanya menjadi pertimbangan dokter di layanan primer untuk kasus-kasus seperti ini. Saya akan menggunakan rujukan dari MedScape untuk tulisan kali. Jika adalah Anda adalah masyarakat awam, dan sedang menemukan kasus yang dicurigai sebagai keracunan makanan, tidak disarankan membaca artikel ini terlebih dahulu, namun langsung membawa korban ke pusat pelayanan kesehatan terdekat.
Keracunan makanan diartikan sebagai suatu kondisi sakit yang disebabkan oleh konsumsi makanan atau minuman/air yang tercemar oleh bakteri dan/atau racun mereka, atau dengan parasit, virus, atau bahan kimia. Patogen yang paling umum menyebabkan keracunan makanan adalah Norovirus, Salmonella, Clostridium perfringens, Campylobacter, dan Staphylococcus aureus.
Saya kurang tahu bagaimana dengan data di negara kita. Namun data dari CDC bisa dijadikan sebuah gambaran sementara tentang keracunan makanan yang cukup umum. Keracunan makanan ada yang bersifat ringan, namun ada juga yang bisa sampai mematikan.
Mereka yang mengalami keracunan makanan biasanya mengalami gejala-gejala berikut:
- Nyeri perut: paling parah ketika proses peradangan berlangsung; nyeri yang sangat hebat disertai kram perut menandakan proses kehilangan elektrolit sedang berlangsung.
- Muntah: gejala utama pada S aureus, B cereus, atau norovirus.
- Diare: biasanya menetap kurang dari dua minggu.
- Sakit kepala.
- Demam: kemungkinan penyakit yang invasif atau infeksi di luar traktus gastrointestinal (saluran cerna).
- Perubahan tinja: jika terdapat darah atau lenderi, maka kemungkinan ada invasi pada usus halus, atau mukosa usus besar; jika diare banyak seperti air cucian beras, maka arah kecurigaan kolera atau proses sejenis.
- Artritis yang reaktif: biasanya dijumpai pada Salmonella, Shigella, Campylobacter, dan Yersinia.
- Bersendawa: kemungkinan karena giardiasis.
Sejumlah gejala lain mungkin terjadi yang bersifat kedaruratan dan dapat mengancam jiwa, seperti kejang atau kondisi sindrom nerulogik, hepatik, dan ginjal yang mengancam menyebabkan disabilitas permanen, bahkan kematian.
Pemeriksaan pada pasien yang dicurigai mengalami keracunan makanan sebaiknya berfokus pada menilai (asesmen) terhadap tingkat/keparahan dehidrasi. Temuan umum biasanya termasuk:
- Dehidrasi ringan: mulut yang kering, berkurangnya keringat di aksila, berkuranganya produksi urin.
- Kehilangan volume cairan yang lebih parah: ortostatis, takikardia, serta hipotensi.
- Infeksi Salmonella typhi: makula “rose spot” pada abdomen atas, hepatosplenomegali.
- Infeksi Yersinia: Eritema nodusum, faringitis dengan eksudat (eksudatif).
- Infeksi Vibrio vulnificus atau V alginolyticus: selulitis, otitis media.
Dokter juga disarankan selalu melakukan pemeriksaan rektal, walau tentu saja kemungkinan besar banyak pasien di negara kita akan menolak. Namun pemeriksaan ini dapat memberikan keterangan medis melalui pemeriksaan tinja yang tervisualisasi langsung, adanya perdarahan (occult blood), dan mendeteksi jika ada lesi pada mukosa rektum melalui palpasi.
Pemeriksaan laboratorium rutin untuk kasus keracunan makanan akan dapat membantu dokter menentukan derajat proses peradangan dan dehidrasi. Sejumlah tes yang disarankan adalah:
- CBC atau di negara kita dikenal dengan pemeriksaan darah rutin, tentu saja dengan hitung jenis leukosit.
- Menilai serum elektrolit, yang ini akan sulit dilakukan di rumah sakit kecil.
- Kadar BUN dan Kreatinin.
Sejumlah pemeriksaan lain yang menjadi penting ketika mendeteksi dan mempelajari lebih jauh tentang kasus keracunan makanan yang sedang ditangai meliputi (walau mungkin hanya bisa dilakukan di rumah sakit yang besar):
- Pengecatan Gram untuk feses dan pengecatan Leoffler methylene blue untuk sel darah putih: guna membedakan jenis yang invasif dan bukan invasif.
- Pemeriksaan mikroskopik feses, mendeteksi apakah ada parasit atau telur parasit.
- Kultur bakteri untuk patogen enterik. Diharuskan jika sampel feses menunjukkan positif sel darah putih atau darah, atau jika pasien memiliki gejala persisten yang lebih lama dari 3-4 hari.
- Kultur darah jika pasien memiliki demam tinggi.
- Penilaian C difficile guna membantu menentukan diare yang dihubungkan dengan penggunaan antibiotik, atau pada mereka yang memiliki riwayat penggunaan antibiotik baru-baru saja.
Foto polos abdomen biasanya disarankan pada pasien yang mengalami sendawa, nyeri dan keram perut yang hebat, atau gejala-gejala obstruksi, atau juga pada pasien dengan gambaran klinis yang mengarah pada perforasi. Sedangkan pemeriksaan yang lebih canggih, hanya akan dapat diterapkan di rumah sakit yang memiliki fasilitas super lengkap.
Lalu, bagaimana penanganan korban keracunan makanan?
Kebanyakan penyakit dari makanan yang salah atau beracun ini bersifat ringan dan membaik tanpa terapi tertentu. Sejumlah kasus yang menjadi parah akan memerlukan rawat inap di rumah sakit untuk menjalani hidrasi yang agresif dan terapi antibiotik.
Perawatan pendukung memiliki tujuan utama guna melakukan rehidrasi dan suplementasi elektrolit yang mencukupi, yang bisa dicapai baik melalui larutan intravena ataupun minum langsung. Jalur intravena akan sangat membantu pada kasus-kasus dehidrasi berat dan mereka yang memiliki mual serta muntah yang parah. Larutan istonik biasanya mencukupi seperti sodium klorida atau ringer dengan laktat.
Jika penderita mengalami diare akut, maka pasien harus menghindari susu, atau produk olahan susu, dan makanan lain yang mengandung laktosa; oleh karena dapat mengalami defisiensi enzim disaccharidase yang didapat, padahal enzim ini berperan dalam memecah disakarida.
Obat-obat antidiare bisa diberikan jika pasien mengalami diare, seperti:
- Absorben (seperti attapulgite, aluminium hidroksida)
- Antisekretori (seperti bismuth subsalisilat)
- Antiperistaltik (derivat opiat seperti difenoksilat dengan atropin, loperamide)
Sedangkan antibiotik yang bisa menjadi pilihan adalah: Ciprofloxacin, Norfloxacin, TMX/SMP, Doxycycline, Rifaximin); pemilihannya tergantung pada kondisi klinis dan jika ada panduan dari hasil tes sensitivitas kultur darah dan mikrobiologi.
Kembali lagi pada hal yang mendasar. Pencegahan adalah cara terbaik untuk menjauhkan kita dari kejadian keracunan makanan. Sejumlah teknik dan kebiasaan selayaknya dijadikan panduan dalam proses pencegahan ini.

Beberapa hal yang dapat kita semua pertimbangkan adalah:
- Mempraktekkan higienitas pribadi yang ketat (seperti selalu mencuci tangan sebelum dan setelah bersentuhan dengan bahan pangan dan alat-alat pengolah makanan). Makana siap makan seperti buah-buahan, sebaiknya juga dicuci dengan bersih terlebih dahulu.
- Semua makanan yang perlu dimasak, maka dimasak dengan baik dan benar.
- Pisahkan antara jenis makanan saat menyimpan dan menyiapkan bahan makanan. Demikian juga pisahkan antara bahan makanan yang masih mentah dan yang sudah diproses/dimasak.
- Simpan makanan dengan cara yang baik dan benar.
Anda bisa membaca lebih banyak tentang teknik-teknik tersebut di pelbagai halaman di Internet. Dan semoga kita semua bisa menjaga diri dari keracunan makanan.
Tinggalkan Balasan