- Memahami Lepra: Lebih dari Sekadar Penyakit Kulit
- Manifestasi Klinis: Spektrum yang Luas
- Diagnosis Lepra
- Terapi Multi-Obat (MDT): Standar Emas Pengobatan
- Reaksi Lepra: Komplikasi yang Memerlukan Penanganan Segera
- Pencegahan Disabilitas: Sama Pentingnya dengan Pengobatan
- Monitoring dan Tindak Lanjut
- Kriteria Rujukan
- Pencegahan Lepra: Menuju Eliminasi
- Mengatasi Stigma: Tantangan Sosial Lepra
- Kesimpulan: Lepra Dapat Dicegah dan Disembuhkan
Lepra, juga dikenal sebagai penyakit Hansen atau kusta, adalah penyakit infeksi kronis yang masih menjadi tantangan kesehatan masyarakat di banyak negara, termasuk Indonesia. Meskipun target eliminasi WHO sebagai masalah kesehatan masyarakat (prevalensi <1 per 10.000 penduduk) telah tercapai di banyak negara, penyakit ini tetap penting karena dapat menyebabkan disabilitas permanen dan stigma sosial yang sangat berat.
Memahami Lepra: Lebih dari Sekadar Penyakit Kulit
Definisi dan Etiologi
Lepra adalah penyakit infeksi menular kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae dan dalam beberapa kasus oleh Mycobacterium lepromatosis. Kedua bakteri ini adalah bakteri tahan asam (acid-fast bacilli) yang bersifat intraselular obligat, yang berarti mereka hanya dapat hidup dan berkembang biak di dalam sel.
Karakteristik M. leprae:
- Bakteri yang tumbuh sangat lambat dengan waktu generasi 12-14 hari (sebagai perbandingan, E. coli berkembang biak setiap 20 menit)
- Tumbuh optimal pada suhu 27-30°C, yang menjelaskan mengapa bakteri ini cenderung menyerang bagian tubuh yang lebih dingin seperti kulit, saraf perifer, dan mukosa saluran pernapasan atas
- Tidak dapat dikultur in vitro, yang membuat diagnosis laboratorium menantang
- Menyerang terutama sel Schwann pada saraf perifer dan makrofag pada kulit
Epidemiologi Global dan Lokal
Meskipun prevalensi global telah menurun drastis sejak pengenalan terapi multi-obat (MDT) pada awal 1980-an, lepra tetap endemik di beberapa negara. Menurut data WHO, sekitar 200.000 kasus baru dilaporkan setiap tahun secara global, dengan sebagian besar kasus terjadi di India, Brasil, dan Indonesia.
Di Indonesia, lepra masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dengan beberapa daerah memiliki prevalensi yang cukup tinggi. Karakteristik epidemiologi di Indonesia menunjukkan:
- Distribusi tidak merata dengan kantong-kantong endemisitas di beberapa provinsi
- Proporsi kasus anak yang masih signifikan, menunjukkan transmisi yang berkelanjutan
- Tingkat deteksi kasus dengan Grade 2 disability yang masih tinggi, menunjukkan diagnosis yang terlambat
Cara Penularan
Meskipun mekanisme penularan lepra tidak sepenuhnya dipahami, bukti menunjukkan:
Rute penularan utama: Melalui droplet saluran pernapasan atas. Ini terjadi ketika seseorang dengan lepra yang tidak diobati (terutama tipe multibasilar) batuk atau bersin, melepaskan M. leprae ke udara yang dapat dihirup oleh orang lain.
Kontak yang diperlukan: Penularan umumnya memerlukan:
- Kontak yang dekat dan berulang
- Biasanya kontak dalam rumah tangga selama berbulan-bulan hingga bertahun-tahun
- Bukan penularan kasual atau sesaat
Faktor lain yang berperan:
- Kontak dengan armadillo yang terinfeksi (terutama di Amerika Serikat bagian selatan, di mana transmisi zoonotik telah dilaporkan)
- Kemungkinan kontak kulit yang berkepanjangan, meskipun ini tidak dianggap sebagai rute utama
- Tanah dan lingkungan tertentu mungkin menjadi reservoir, meskipun perannya masih diperdebatkan
Penting untuk dipahami: Sekitar 95% populasi memiliki kekebalan alami terhadap M. leprae. Ini berarti bahwa meskipun terpapar, sebagian besar orang tidak akan mengembangkan penyakit.
Masa Inkubasi dan Periode Menular
Masa inkubasi: Sangat panjang dan bervariasi:
- Rata-rata: 2-5 tahun
- Kisaran: 6 bulan hingga lebih dari 20 tahun
- Pada anak-anak, bisa sesingkat 6 bulan
Periode menular: Pasien dengan lepra multibasilar yang tidak diobati adalah sumber utama penularan. Namun, setelah memulai MDT, pasien menjadi tidak menular dalam beberapa hari (rifampisin membunuh 99% bakteri dalam dosis pertama).
Faktor Risiko
Beberapa faktor meningkatkan risiko mengembangkan lepra:
Faktor sosial dan lingkungan:
- Kemiskinan dan kondisi kehidupan yang padat
- Sanitasi dan higiene yang buruk
- Nutrisi yang inadequat, terutama defisiensi protein dan mikronutrien
- Akses terbatas ke layanan kesehatan
Faktor individu:
- Kontak rumah tangga dengan pasien lepra (risiko 5-10 kali lebih tinggi)
- Imunosupresi (HIV/AIDS, terapi imunosupresan)
- Faktor genetik (variasi pada gen yang terkait dengan imunitas, seperti HLA dan PARK2/PACRG)
Faktor geografis:
- Tinggal di atau berasal dari daerah endemik lepra
Manifestasi Klinis: Spektrum yang Luas

Lepra menunjukkan spektrum manifestasi klinis yang sangat luas, tergantung pada respons imun pejamu terhadap M. leprae.
Tanda dan Gejala Utama
Keluhan pasien umumnya meliputi:
- Bercak pada kulit yang berwarna merah muda, merah, atau putih
- Bercak kulit yang mati rasa atau berkurang sensasinya
- Luka atau lepuh yang tidak terasa nyeri
- Pembengkakan atau benjolan di wajah atau daun telinga
- Kesemutan, mati rasa, atau rasa tertusuk-tusuk di tangan atau kaki
- Kelemahan otot pada tangan atau kaki
- Mata kering atau jarang berkedip
- Hidung tersumbat kronis atau mimisan
Trias diagnostik (kardinal signs) – setidaknya satu harus ada:
- Lesi kulit yang khas dengan gangguan sensasi: Bercak kulit hipopigmentasi atau eritematosa dengan kehilangan sensasi (anestesia atau hipoestesia) terhadap sentuhan ringan, suhu, dan nyeri
- Penebalan saraf tepi: Saraf perifer yang teraba membesar atau menebal, dengan atau tanpa nyeri, dan dengan atau tanpa kehilangan fungsi saraf (sensorik, motorik, atau otonom)
- Bakteri tahan asam (BTA) positif pada pemeriksaan mikroskopis dari kerokan kulit (slit skin smear)
Klasifikasi Lepra

WHO menggunakan klasifikasi operasional untuk tujuan pengobatan, yang dibagi menjadi:
Pausibasilar (PB) – Kusta Kering
Kriteria klinis:
- 1-5 lesi kulit
- Hanya 1 saraf yang terkena
- Slit skin smear negatif (jika dilakukan)
Karakteristik lesi:
- Makula atau plak hipopigmentasi atau eritematosa
- Distribusi asimetris
- Tepi lesi tegas dan meninggi
- Kehilangan sensasi yang jelas pada lesi
- Kehilangan keringat dan rambut pada lesi
Tipe histopatologi (jika biopsi dilakukan):
- Indeterminate (I)
- Tuberculoid (TT)
- Borderline Tuberculoid (BT)
Multibasilar (MB) – Kusta Basah
Kriteria klinis:
- >5 lesi kulit
- Lebih dari 1 saraf yang terkena
- Slit skin smear positif (jika dilakukan)
Karakteristik lesi:
- Makula, papul, plak, atau nodul
- Distribusi lebih simetris
- Lesi dapat konfluen
- Gangguan sensasi mungkin kurang jelas, terutama pada stadium awal
- Lesi dapat berkilat (shiny) karena infiltrasi
Tipe histopatologi:
- Borderline Borderline (BB)
- Borderline Lepromatous (BL)
- Lepromatous (LL)
Manifestasi khusus MB:
- Infiltrasi difus pada wajah (facies leonina – wajah singa)
- Madarosis (hilangnya alis dan bulu mata)
- Hidung tersumbat, mimisan
- Nodul pada daun telinga
- Ginekomastia pada pria

Keterlibatan Saraf
Neuropati perifer adalah hallmark dari lepra dan penyebab utama disabilitas.
Saraf yang paling sering terkena:
- N. ulnaris: Kelemahan intrinsik tangan, claw hand
- N. medianus: Ketidakmampuan oposisi ibu jari, tenar wasting
- N. radialis: Wrist drop (jarang)
- N. peroneus communis: Foot drop, ketidakmampuan dorsofleksi kaki
- N. tibialis posterior: Claw toes, kehilangan sensasi telapak kaki
- N. fasialis: Lagophthalmos (tidak bisa menutup mata), kelemahan wajah
- N. aurikularis magnus: Menebal dan nyeri tekan di leher
Konsekuensi neuropati:
- Sensorik: Kehilangan sensasi → cedera berulang → ulkus neuropatik → infeksi → amputasi
- Motorik: Kelemahan otot → kontraktur → deformitas permanen
- Otonom: Kulit kering dan retak → kehilangan keringat → rentan terhadap trauma
Diagnosis Lepra
Diagnosis Klinis
Diagnosis lepra terutama bersifat klinis, berdasarkan:
- Anamnesis lengkap: Riwayat lesi kulit, gejala neurologis, kontak dengan pasien lepra, tempat tinggal di daerah endemik
- Pemeriksaan kulit sistematis:
- Periksa seluruh permukaan kulit di ruangan dengan pencahayaan yang baik
- Perhatikan distribusi, bentuk, warna, dan tepi lesi
- Lakukan tes sensasi pada setiap lesi (tes sentuhan ringan dengan kapas, tes nyeri dengan tusukan jarum tumpul, tes suhu dengan tabung panas/dingin)
- Pemeriksaan saraf perifer:
- Palpasi saraf untuk mendeteksi pembesaran dan nyeri tekan
- Uji fungsi sensorik, motorik, dan otonom
- Dokumentasikan adanya deformitas atau kontraktur
- Pemeriksaan mata: Untuk mendeteksi lagophthalmos, penurunan reflek berkedip, konjungtivitis, keratitis
- Pemeriksaan tangan dan kaki: Untuk mendeteksi kehilangan sensasi, deformitas, ulkus, atau tanda-tanda trauma berulang
Pemeriksaan Penunjang
Slit Skin Smear (SSS):
- Teknik: Kerokan kulit dari lesi dan daun telinga, diwarnai dengan Ziehl-Neelsen
- Interpretasi:
- Bacterial Index (BI): 0 (negatif) hingga 6+ (sangat positif)
- Morphological Index (MI): Proporsi bakteri yang utuh (viable)
- Keterbatasan:
- Sensitivitas terbatas, terutama pada PB
- Memerlukan tenaga terlatih
- Tidak mengubah keputusan pengobatan di tingkat pelayanan primer
Biopsi kulit:
- Indikasi: Diagnosis yang meragukan, untuk klasifikasi histopatologi
- Memberikan informasi tentang tipe lepra dan stadium penyakit
- Dapat mendeteksi bakteri bahkan ketika SSS negatif
Tes serologis:
- PGL-1 antibody: Mendeteksi antibodi terhadap phenolic glycolipid-1
- NDO-LID rapid test: Tes cepat untuk mendeteksi antibodi anti-PGL-1 dan LID-1
- Keterbatasan: Sensitivitas rendah pada PB, tidak membedakan infeksi aktif dari paparan sebelumnya
Pemeriksaan molekuler:
- PCR untuk mendeteksi DNA M. leprae
- Dapat mendeteksi resistensi obat (mutasi pada gen rpoB, folP1, gyrA)
- Umumnya hanya tersedia di pusat rujukan
Tes lain:
- Histamin test atau lepromin test (untuk tujuan penelitian, bukan diagnosis rutin)
- Pencitraan saraf (USG, MRI) untuk menilai kerusakan saraf
Diagnosis Banding
Penting untuk mempertimbangkan kondisi lain yang dapat menyerupai lepra:
- Vitiligo: Depigmentasi tanpa kehilangan sensasi atau penebalan saraf
- Tinea versicolor: Lesi bersisik, KOH positif untuk jamur
- Psoriasis: Plak eritematosa bersisik, tidak ada kehilangan sensasi
- Sarkoidosis: Dapat menyerupai lepra, biopsi menunjukkan granuloma non-caseating tanpa bakteri
- Neurofibromatosis: Penebalan saraf tanpa kehilangan sensasi atau lesi kulit khas lepra
- Granuloma annulare: Lesi anular tanpa kehilangan sensasi
Terapi Multi-Obat (MDT): Standar Emas Pengobatan
WHO merekomendasikan MDT sebagai standar pengobatan lepra sejak 1981. MDT sangat efektif, mencegah resistensi obat, dan aman.
Prinsip Pengobatan
- Kombinasi obat: Mencegah atau mengatasi resistensi
- Durasi yang cukup: Memastikan bakteri tereliminasi
- Kepatuhan: Sangat penting untuk kesuksesan pengobatan
- Pengobatan gratis: WHO menyediakan MDT gratis ke semua negara endemik
Regimen MDT Terkini
Untuk Pausibasilar (PB)
Pedoman terkini WHO menambahkan clofazimine pada regimen PB, sehingga sekarang menggunakan kombinasi 3 obat (rifampisin, dapson, dan clofazimine) selama 6 bulan NCBI PubMed Central .
Regimen untuk dewasa:
Dosis bulanan (diminum di depan petugas kesehatan):
- Rifampisin 600 mg (2 kapsul @ 300 mg)
- Clofazimine 300 mg (3 kapsul @ 100 mg)
- Dapson 100 mg (1 tablet)
Dosis harian (hari ke-2 sampai 28):
- Clofazimine 50 mg (1 kapsul)
- Dapson 100 mg (1 tablet)
Durasi: 6 blister (6 bulan)
Catatan penting:
Ada kontroversi tentang penambahan clofazimine untuk PB, karena regimen 2 obat (rifampisin dan dapson) telah digunakan selama hampir 40 tahun dengan tingkat relaps yang dapat diterima (<1 per 100 orang-tahun), dan penambahan clofazimine dapat menyebabkan efek samping seperti hiperpigmentasi kulit yang dapat mempengaruhi kepatuhan PubMed Central .
Beberapa program masih menggunakan regimen 2 obat (rifampisin dan dapson) untuk PB, terutama jika pasien sangat khawatir tentang pigmentasi kulit.
Untuk Multibasilar (MB)
Regimen untuk dewasa:
Dosis bulanan (diminum di depan petugas kesehatan):
- Rifampisin 600 mg (2 kapsul @ 300 mg)
- Clofazimine 300 mg (3 kapsul @ 100 mg)
- Dapson 100 mg (1 tablet)
Dosis harian (hari ke-2 sampai 28):
- Clofazimine 50 mg (1 kapsul)
- Dapson 100 mg (1 tablet)
Durasi: 12 blister (12 bulan)
Dosis untuk Anak-Anak
Anak usia 10-14 tahun:
PB:
- Bulanan: Rifampisin 450 mg, Clofazimine 150 mg, Dapson 50 mg
- Harian: Clofazimine 50 mg sehari selang sehari, Dapson 50 mg
MB:
- Bulanan: Rifampisin 450 mg, Clofazimine 150 mg, Dapson 50 mg
- Harian: Clofazimine 50 mg sehari selang sehari, Dapson 50 mg
Anak <10 tahun atau <40 kg:
- Rifampisin: 10-15 mg/kg BB
- Clofazimine: 1 mg/kg BB
- Dapson: 1-2 mg/kg BB
Regimen Alternatif
Untuk pasien yang tidak toleran terhadap dapson (alergi atau defisiensi G6PD):
- Ganti dapson dengan clofazimine tambahan atau fluorokuinolon
Untuk pasien yang menolak clofazimine (karena hiperpigmentasi):
- Regimen alternatif ROM (Rifampisin, Ofloxacin/Moxifloxacin, Minocycline) dapat dipertimbangkan, terutama untuk MB, dengan durasi 24 bulan untuk regimen bulanan Health Resources and Services Administration
Untuk lepra resisten rifampisin:
- Regimen MDT untuk 6 bulan pertama, diikuti dengan pengobatan lini kedua selama 18 bulan tambahan Medscape
Situasi Khusus
Kehamilan dan menyusui:
- MDT aman digunakan selama kehamilan dan menyusui
- Semua komponen MDT dapat diberikan
- Manfaat pengobatan jauh melebihi risiko teoritis
Koinfeksi TB dan lepra:
- Rifampisin dapat digunakan untuk kedua kondisi
- Koordinasi dengan program TB penting
- Dosis rifampisin mengikuti regimen TB
HIV dan lepra:
- MDT tetap efektif pada pasien dengan HIV
- Perhatikan interaksi obat antara ARV dan rifampisin
- Risiko reaksi lepra mungkin lebih tinggi pada imunokompromi

Reaksi Lepra: Komplikasi yang Memerlukan Penanganan Segera
Reaksi lepra adalah episode akut atau subakut inflamasi yang dapat terjadi sebelum, selama, atau setelah pengobatan MDT. Ini adalah penyebab utama kerusakan saraf dan disabilitas.
Jenis Reaksi Lepra
Reaksi Tipe 1 (Reversal Reaction)
Patogenesis: Peningkatan cell-mediated immunity terhadap M. leprae
Manifestasi klinis:
- Lesi kulit yang ada menjadi eritematosa, edematosa, dan nyeri
- Lesi baru dapat muncul
- Neuritis akut: Nyeri saraf, kehilangan fungsi sensorik dan motorik yang cepat
- Edema pada tangan, kaki, atau wajah
- Dapat menyebabkan kerusakan saraf permanen jika tidak diobati dengan cepat
Terjadi: Terutama pada borderline leprosy (BT, BB, BL)
Timing: Dapat terjadi kapan saja, tetapi paling sering dalam 6 bulan pertama pengobatan
Reaksi Tipe 2 (Erythema Nodosum Leprosum – ENL)
Patogenesis: Reaksi imun kompleks (tipe III)
Manifestasi klinis:
- Nodul eritematosa, nyeri pada kulit (seperti erythema nodosum)
- Demam, malaise
- Neuritis
- Manifestasi sistemik: Arthritis, iritis/uveitis, orchitis, limfadenopati, proteinuria, hepatosplenomegali
Terjadi: Hanya pada lepra multibasilar dengan beban bakteri tinggi (BL, LL)
Timing: Biasanya selama pengobatan atau setelah selesai pengobatan
Fenomena Lucio (Lucio’s Phenomenon)
Karakteristik: Bentuk berat reaksi tipe 2 yang sangat jarang, terjadi pada lepromatosa yang tidak diobati atau diobati tidak adekuat
Manifestasi: Lesi kulit iskemik yang dapat menjadi ulkus nekrotik, dapat mengancam jiwa
Penanganan Reaksi Lepra
Prinsip umum:
- Lanjutkan MDT: Reaksi bukan indikasi untuk menghentikan MDT
- Terapi anti-inflamasi: Untuk mengurangi inflamasi dan mencegah kerusakan saraf
- Istirahat: Mengurangi beban pada saraf yang terinflamasi
- Monitoring ketat: Untuk mendeteksi dan mencegah kerusakan saraf permanen
Tata Laksana Reaksi Tipe 1
Reaksi ringan (tanpa neuritis atau ancaman kerusakan saraf):
- Analgesik sederhana
- Istirahat
- Monitoring ketat
Reaksi sedang hingga berat (dengan neuritis atau risiko kerusakan saraf):
- Prednisolon: Terapi lini pertama
Regimen tappering (12 minggu):
- Minggu 1-2: 40 mg/hari (1×8 tablet 5 mg)
- Minggu 3-4: 30 mg/hari (1×6 tablet)
- Minggu 5-6: 20 mg/hari (1×4 tablet)
- Minggu 7-8: 15 mg/hari (1×3 tablet)
- Minggu 9-10: 10 mg/hari (1×2 tablet)
- Minggu 11-12: 5 mg/hari (1×1 tablet)
Catatan: Diminum pagi hari setelah makan untuk mengurangi efek samping gastrointestinal
Jika terjadi ketergantungan steroid (gejala kambuh saat tapering):
- Perpanjang durasi pada dosis yang efektif
- Pertimbangkan clofazimine sebagai steroid-sparing agent
Tata Laksana Reaksi Tipe 2 (ENL)
ENL ringan:
- Analgesik (aspirin, ibuprofen, naproxen)
- Istirahat
- Clofazimine (jika belum dalam regimen MDT)
ENL sedang hingga berat:
- Prednisolon: Dosis awal 40-60 mg/hari, dengan tapering bertahap
- Clofazimine: 100-300 mg/hari sebagai steroid-sparing agent (efeknya memerlukan 4-6 minggu)
- Thalidomide (jika tersedia dan dapat digunakan dengan aman): Sangat efektif, tetapi KONTRAINDIKASI ABSOLUT pada wanita usia subur karena teratogenisitas berat. Dosis 100-400 mg/hari
ENL sangat berat (dengan manifestasi sistemik berat):
- Rujuk untuk perawatan rumah sakit
- Dosis steroid lebih tinggi mungkin diperlukan
- Penanganan komplikasi sistemik
Neuritis: Kedaruratan Medis dalam Lepra
Neuritis (inflamasi saraf) adalah komplikasi paling serius dari lepra dan reaksi lepra.
Tanda dan gejala neuritis:
- Nyeri spontan pada saraf (mungkin parah)
- Nyeri tekan pada saraf saat palpasi
- Kehilangan fungsi saraf yang progresif (sensorik, motorik, atau otonom)
- Edema pada area yang dipersarafi
Penanganan neuritis:
- Mulai prednisolon segera – ini adalah kedaruratan medis!
- Dosis: 40-60 mg/hari untuk dewasa
- Istirahat dan splinting jika diperlukan
- Rujuk ke spesialis jika tidak ada perbaikan dalam 2 minggu
Pencegahan kerusakan saraf permanen:
- Deteksi dini dan pengobatan cepat
- Edukasi pasien untuk mengenali tanda-tanda neuritis
- Pemeriksaan fungsi saraf secara teratur selama dan setelah MDT
Pencegahan Disabilitas: Sama Pentingnya dengan Pengobatan
Pencegahan disabilitas adalah komponen integral dari perawatan lepra.
Klasifikasi Disabilitas WHO
Grade 0: Tidak ada gangguan sensibilitas, tidak ada deformitas atau kerusakan yang terlihat
Grade 1: Gangguan sensibilitas pada tangan atau kaki, tetapi tidak ada deformitas atau kerusakan yang terlihat
Grade 2: Deformitas atau kerusakan yang terlihat, termasuk:
- Tangan: Claw hand, wrist drop, kontraktur, mutilasi jari
- Kaki: Foot drop, claw toes, ulkus plantar, mutilasi jari kaki
- Mata: Lagophthalmos, penurunan visus, kebutaan
Strategi Pencegahan Disabilitas
Perawatan Mata
Masalah: Lagophthalmos (tidak bisa menutup mata sepenuhnya), penurunan reflek berkedip, kornea kering
Intervensi:
- Tetes mata pelumas atau salep mata (terutama sebelum tidur)
- Pelindung mata pada malam hari
- Kacamata pelindung saat di luar ruangan
- Latihan menutup mata secara sadar
- Rujuk ke oftalmologi jika ada komplikasi
Perawatan Tangan
Masalah: Kehilangan sensasi, kelemahan otot, kontraktur, ulkus
Intervensi:
- Latihan fisioterapi untuk mencegah kontraktur
- Splinting pada malam hari jika diperlukan
- Perlindungan dari trauma (sarung tangan saat bekerja)
- Perendaman dalam air hangat untuk kulit kering
- Minyak atau krim untuk melembabkan kulit
- Inspeksi harian untuk luka atau lecet
Perawatan Kaki
Masalah: Kehilangan sensasi, ulkus plantar, infeksi, deformitas
Intervensi:
- Alas kaki yang tepat: Sepatu dengan bantalan yang baik, hindari sepatu sempit
- Inspeksi kaki harian: Periksa ulkus, lecet, benda asing
- Perawatan ulkus: Debridemen, dressing, разгрузка (offloading)
- Latihan dan mobilisasi: Untuk mencegah kontraktur
- Perendaman dan pelembaban: Untuk kulit kering dan retak
Rehabilitasi Sosial dan Vokasional
Konseling: Mengatasi stigma, depresi, isolasi sosial
Dukungan ekonomi: Pelatihan vokasional, bantuan untuk mencari pekerjaan
Dukungan kelompok: Self-help groups untuk pasien dan keluarga
Advokasi: Untuk hak-hak pasien dan integrasi sosial
Monitoring dan Tindak Lanjut
Selama Pengobatan
Kunjungan rutin:
- Bulanan: Untuk pengambilan obat dan monitoring kepatuhan
- Setiap 3 bulan: Pemeriksaan lengkap termasuk fungsi saraf
Yang dinilai:
- Kepatuhan pengobatan
- Efek samping obat
- Perkembangan lesi kulit
- Fungsi saraf (sensorik, motorik, otonom)
- Tanda-tanda reaksi lepra
- Grade disabilitas
Dokumentasi: Catat semua temuan, termasuk foto lesi jika memungkinkan
Release From Treatment (RFT)
Kriteria RFT:
- PB: Setelah menyelesaikan 6 dosis dalam waktu maksimal 9 bulan
- MB: Setelah menyelesaikan 12 dosis dalam waktu maksimal 18 bulan
Penting: RFT tidak memerlukan pemeriksaan laboratorium atau SSS negatif. Kriteria hanya berdasarkan penyelesaian dosis yang ditentukan.
Setelah RFT
Surveillance pasca-pengobatan:
- Pasien diedukasi untuk self-monitoring
- Kunjungan untuk evaluasi pada tahun ke-1, 2, dan 5 setelah RFT
- Monitoring khusus untuk pasien dengan risiko tinggi:
- Grade 2 disability
- Riwayat reaksi lepra
- BI tinggi pada awal pengobatan
- Adanya nodul atau infiltrat
Tanda-tanda yang memerlukan evaluasi:
- Lesi kulit baru atau lesi lama yang membesar dan eritematosa
- Kehilangan fungsi saraf baru atau memburuk
- Nodul baru
Relaps
Definisi: Kambuhnya tanda-tanda aktif penyakit setelah menyelesaikan pengobatan yang adekuat
Kriteria relaps:
- Lesi kulit baru dengan kehilangan sensasi
- Peningkatan jumlah lesi >2 kali dari baseline
- Peningkatan BI >2+ dari baseline (jika SSS dilakukan)
- Pembesaran saraf baru atau memburuk dengan kehilangan fungsi
Penanganan: Retreat dengan regimen MDT yang sama
Penting membedakan relaps dari:
- Reaksi lepra (lesi lama menjadi eritematosa, bukan lesi baru)
- Perubahan fisiologis (repigmentasi lesi yang sudah ada)
Default
Definisi:
- PB: Tidak mengambil/minum obat >3 bulan secara kumulatif
- MB: Tidak mengambil/minum obat >6 bulan secara kumulatif
Penanganan:
- Lacak pasien dalam waktu 1 bulan setelah dinyatakan terlambat
- Evaluasi untuk tanda-tanda klinis aktif
- Jika tidak ada tanda aktif: Tidak perlu pengobatan ulang
- Jika ada tanda aktif: Mulai pengobatan dari awal
- Default >2 kali: Perlu penanganan khusus dan identifikasi hambatan
Kriteria Rujukan
Pasien perlu dirujuk ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi jika:
Efek samping obat yang serius:
- Hepatitis akibat obat
- Anemia hemolitik berat
- Reaksi kulit berat (Stevens-Johnson syndrome)
Reaksi lepra dengan kondisi:
- ENL dengan ulserasi, demam tinggi, atau neuritis
- Reaksi tipe 1 dengan ulserasi atau neuritis berat
- Reaksi yang tidak respons terhadap prednisolon standar
- Reaksi berulang atau berkepanjangan
Komplikasi:
- Neuritis yang tidak membaik dengan terapi
- Grade 2 disability yang memburuk
- Komplikasi mata yang mengancam penglihatan
Diagnosis yang meragukan:
- Perlu konfirmasi dengan biopsi atau pemeriksaan lanjutan
Komorbid yang kompleks:
- DM tidak terkontrol dengan ulkus kaki
- Hipertensi berat
- Tukak lambung berat saat memerlukan steroid
- Koinfeksi HIV/TB yang kompleks
Pencegahan Lepra: Menuju Eliminasi
Skrining Kontak
Semua kontak rumah tangga pasien lepra harus:
- Diperiksa untuk tanda-tanda lepra
- Diedukasi tentang tanda dan gejala
- Dimonitor secara berkala (setiap 6-12 bulan) selama 5 tahun
Kemorofilaksis Kontak
WHO merekomendasikan single-dose rifampisin (SDR) untuk kontak dari pasien lepra sebagai pencegahan PubMed Central . Ini telah terbukti mengurangi risiko mengembangkan lepra sebesar 50-60% dalam 2 tahun pertama.
Dosis SDR:
- Dewasa: Rifampisin 600 mg dosis tunggal
- Anak 2-14 tahun: Rifampisin 10-15 mg/kg BB
Kontraindikasi: Kehamilan, riwayat alergi rifampisin, sakit berat
Vaksinasi BCG
Vaksinasi BCG memberikan perlindungan parsial terhadap lepra (sekitar 50-80%). Dosis kedua BCG pada kontak mungkin memberikan perlindungan tambahan, meskipun bukti masih terbatas.
Deteksi Dini
Kampanye awareness: Edukasi masyarakat tentang tanda-tanda awal lepra
Skrining aktif: Di daerah endemik atau kelompok berisiko tinggi
Integrasi dengan layanan kesehatan: Skrining lepra diintegrasikan dengan layanan kesehatan primer
Mengatasi Stigma: Tantangan Sosial Lepra
Stigma tetap menjadi hambatan besar untuk deteksi dini, pengobatan, dan rehabilitasi.
Sumber Stigma
- Persepsi bahwa lepra adalah penyakit yang sangat menular dan tidak dapat disembuhkan
- Asosiasi dengan kutukan atau dosa
- Deformitas yang terlihat
- Ketakutan yang mengakar secara historis dan budaya
Strategi Mengatasi Stigma
Edukasi:
- Lepra dapat disembuhkan dengan MDT
- Tidak sangat menular (95% populasi kebal secara alami)
- Setelah memulai MDT, pasien tidak menular
- Kontak sehari-hari dengan pasien tidak menyebarkan penyakit
Terminologi:
- Gunakan “Penyakit Hansen” atau “lepra” bukan “kusta” yang memiliki konotasi negatif
- Hindari istilah “leper” atau “penderita kusta” – gunakan “orang dengan lepra” atau “pasien lepra”
Pemberdayaan:
- Libatkan pasien dan mantan pasien dalam program lepra
- Dukungan kelompok sebaya
- Advokasi untuk hak-hak pasien
Legislasi:
- Hapus hukum diskriminatif terhadap orang dengan lepra
- Perlindungan hukum untuk hak-hak pasien
Kesimpulan: Lepra Dapat Dicegah dan Disembuhkan
Lepra adalah penyakit yang dapat dicegah dan disembuhkan. Dengan MDT yang efektif, gratis, dan tersedia secara luas, tidak ada alasan bagi siapa pun untuk menderita konsekuensi jangka panjang dari penyakit ini.
Pesan kunci:
- Diagnosis dini sangat penting: Mencegah disabilitas permanen
- MDT sangat efektif: Tingkat kesembuhan >95%
- Kepatuhan adalah kunci: Selesaikan seluruh dosis yang diresepkan
- Reaksi lepra memerlukan penanganan cepat: Untuk mencegah kerusakan saraf
- Pencegahan disabilitas sama pentingnya: Perawatan mata, tangan, dan kaki
- Stigma harus diatasi: Untuk deteksi dini dan integrasi sosial
- Skrining kontak penting: Untuk deteksi dini dan pencegahan
Dengan komitmen berkelanjutan dari pemerintah, tenaga kesehatan, dan masyarakat, tujuan WHO “Towards Zero Leprosy” – dunia tanpa lepra, tanpa disabilitas akibat lepra, dan tanpa stigma – dapat dicapai.
Artikel ini telah ditulis ulang dan dikembangkan dengan pedoman WHO terkini (2018-2024), termasuk kontroversi seputar penambahan clofazimine untuk PB, strategi “Towards Zero Leprosy”, dan pendekatan komprehensif dari diagnosis hingga pencegahan disabilitas dan stigma.

Tinggalkan komentar