Puskesmas dan klinik sebagai fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama memiliki peran vital sebagai gerbang (gatekeeper) sistem kesehatan Indonesia. Namun dalam praktiknya, mereka sering menghadapi tantangan kompleks: keterbatasan tenaga medis, operasional 24 jam untuk unit gawat darurat, dan kedatangan pasien dengan berbagai tingkat kegawatan yang tidak terprediksi.
Realitas di lapangan menunjukkan bahwa tidak semua waktu tersedia dokter di fasilitas ini. Terutama pada malam hari, akhir pekan, atau hari libur, staf klinis non-medis (seperti perawat, bidan, atau petugas kesehatan) dan bahkan staf non-klinis (administrasi, keamanan) sering menjadi “garda terdepan” yang pertama berinteraksi dengan pasien. Mereka dihadapkan pada pertanyaan krusial: Apakah pasien ini aman untuk menunggu dokter? Apakah perlu dirujuk segera ke rumah sakit? Atau apakah kondisi ini bisa ditangani dengan observasi sementara?
Artikel ini menyajikan panduan praktis triase untuk staf non-medis, membantu mereka membuat keputusan awal yang aman dan tepat dalam keterbatasan kewenangan klinis mereka.
- Mengapa Triase Penting di Fasilitas Kesehatan Primer?
- Prinsip Dasar Triase untuk Staf Non-Medis
- Sistem Triase Sederhana: Pendekatan ABCDE + RED FLAGS
- Panduan RED FLAGS: Tanda Bahaya yang Memerlukan Perhatian Segera
- Protokol Triase: Algoritma Keputusan Praktis
- Komunikasi Efektif dengan Pasien dan Keluarga
- Dokumentasi yang Perlu Dilakukan
- Batasan Kewenangan dan Aspek Legal
- Persiapan dan Pelatihan yang Diperlukan
- Studi Kasus: Penerapan Triase oleh Staf Non-Medis
- Tips Praktis untuk Staf Non-Medis
- Checklist Kesiapan Fasilitas
- Penutup
Mengapa Triase Penting di Fasilitas Kesehatan Primer?
1. Realitas Keterbatasan Sumber Daya
Berbeda dengan rumah sakit yang memiliki dokter jaga 24 jam di IGD, puskesmas dan klinik sering beroperasi dengan:
- Dokter yang tidak selalu standby (on-call dari rumah)
- Keterbatasan peralatan diagnostik dan terapi
- Kapasitas rawat inap terbatas atau tidak ada sama sekali
- Ambulans yang mungkin harus berbagi dengan fasilitas lain
2. Kebingungan Masyarakat tentang Sistem Berjenjang
Banyak masyarakat yang belum memahami perbedaan antara:
- Poliklinik rawat jalan: untuk keluhan non-urgent, dapat membuat janji
- UGD Puskesmas/Klinik: untuk kondisi yang memerlukan penanganan segera namun masih dalam kapasitas fasilitas primer
- IGD Rumah Sakit: untuk kondisi gawat darurat yang memerlukan fasilitas dan tenaga spesialis
Akibatnya, tidak jarang pasien dengan batuk pilek ringan datang ke UGD karena “tidak mau antri”, sementara pasien dengan kondisi serius malah datang ke poliklinik biasa.
3. Risiko Legal dan Keselamatan Pasien
Staf non-medis perlu memahami batasan kewenangan mereka. Mereka tidak boleh:
- Menegakkan diagnosis medis
- Meresepkan obat keras atau injeksi (kecuali perawat dengan delegasi tertulis)
- Memutuskan tindakan medis definitif
Namun mereka dapat dan harus:
- Mengenali tanda bahaya (red flags)
- Melakukan triase awal
- Memberikan pertolongan pertama sesuai kompetensi
- Menghubungi dokter atau merujuk segera jika diperlukan
- Memberikan obat OTC untuk gejala ringan sesuai protokol fasilitas
Prinsip Dasar Triase untuk Staf Non-Medis
Tiga Pertanyaan Fundamental
Ketika berhadapan dengan pasien, staf non-medis harus menjawab tiga pertanyaan ini secara berurutan:
1. Apakah kondisi ini mengancam nyawa SEKARANG?
- Jika YA → Aktivasi kode darurat, hubungi dokter jaga SEGERA, siapkan rujukan
- Jika TIDAK → Lanjut ke pertanyaan 2
2. Apakah kondisi ini berpotensi memburuk dengan cepat?
- Jika YA → Hubungi dokter jaga, monitor ketat, siapkan rencana rujukan
- Jika TIDAK → Lanjut ke pertanyaan 3
3. Apakah kondisi ini dapat ditangani di fasilitas ini dengan sumber daya yang ada?
- Jika TIDAK → Konsultasi dengan dokter untuk rujukan
- Jika YA → Pasien dapat menunggu atau dijadwalkan ke poliklinik
Sistem Triase Sederhana: Pendekatan ABCDE + RED FLAGS
Penilaian Awal: ABCDE
Sebelum menilai keluhan spesifik, selalu lakukan penilaian sistematis:
A – Airway (Jalan Napas)
- ✅ Normal: Pasien dapat berbicara dengan lancar
- ⚠️ Perhatian: Suara serak, kesulitan bicara
- 🚨 BAHAYA: Tidak bisa bicara, suara stridor (ngorok), tersedak
B – Breathing (Pernapasan)
- ✅ Normal: Napas 12-20 kali/menit, tidak terlihat kesulitan
- ⚠️ Perhatian: Napas 21-30 kali/menit, tampak sedikit sesak
- 🚨 BAHAYA: Napas >30 atau <10 kali/menit, sangat sesak, bibir/kuku biru, cuping hidung kembang-kempis
C – Circulation (Sirkulasi)
- ✅ Normal: Nadi 60-100 kali/menit, teratur, kulit hangat dan merah muda
- ⚠️ Perhatian: Nadi 101-120 atau 50-59 kali/menit, pucat
- 🚨 BAHAYA: Nadi >120 atau <50 kali/menit, tidak teratur, kulit dingin dan lembab, pucat/kebiruan
D – Disability (Kesadaran)
- ✅ Normal: Sadar penuh, orientasi baik (tahu nama, tempat, waktu)
- ⚠️ Perhatian: Sedikit bingung, mengantuk namun mudah dibangunkan
- 🚨 BAHAYA: Tidak sadar, sulit dibangunkan, gelisah hebat, kejang
E – Exposure (Pemeriksaan Cepat Seluruh Tubuh)
- Cari: Perdarahan, luka, bengkak, memar, ruam, demam tinggi (>39.5°C)
- Tanda dehidrasi: Bibir kering, mata cekung, kulit keriput
JIKA MENEMUKAN TANDA 🚨 BAHAYA pada salah satu komponen ABCDE:
- JANGAN tinggalkan pasien sendirian
- HUBUNGI dokter jaga SEGERA (atau hubungi 119 jika tidak ada dokter)
- SIAPKAN oksigen jika tersedia
- POSISIKAN pasien yang nyaman (duduk jika sesak, berbaring miring jika muntah)
- CATAT waktu dan kondisi
- SIAPKAN rujukan SEGERA
Panduan RED FLAGS: Tanda Bahaya yang Memerlukan Perhatian Segera
🚨 RED FLAGS Umum (Berlaku untuk Semua Keluhan)
Pasien dengan salah satu tanda ini harus segera dievaluasi dokter atau dirujuk:
- Gangguan Kesadaran: Bingung, tidak dapat dibangunkan, gelisah hebat
- Kesulitan Bernapas Berat: Tidak dapat menyelesaikan kalimat, bibir/kuku biru
- Nyeri Dada: Terutama menjalar ke lengan/rahang, disertai keringat dingin
- Perdarahan Tidak Terkontrol: Terus mengalir meskipun sudah ditekan 10 menit
- Muntah Darah atau BAB Hitam/Berdarah
- Demam Tinggi dengan Ruam yang Tidak Hilang Saat Ditekan: Curigai sepsis/meningitis
- Kelemahan Satu Sisi Tubuh Mendadak: Curigai stroke
- Kejang: Terutama kejang pertama kali atau tidak berhenti >5 menit
- Trauma Kepala dengan Muntah atau Penurunan Kesadaran
- Dehidrasi Berat: Tidak bisa minum, mata sangat cekung, tidak BAK >12 jam (dewasa) atau >6 jam (anak)
RED FLAGS Berdasarkan Keluhan Spesifik
Demam
🚨 BAHAYA jika disertai:
- Bayi ❤ bulan dengan suhu >38°C
- Demam >40°C pada usia berapa pun
- Kaku kuduk (leher kaku, tidak bisa menunduk)
- Ruam merah yang tidak pucat saat ditekan
- Kesulitan bernapas
- Sangat lemas/tidak responsif
- Kejang
✅ Relatif aman (dapat menunggu dokter/dijadwalkan):
- Demam <39°C
- Masih aktif, mau makan/minum
- Tidak ada tanda bahaya lain
- Sudah berlangsung ❤ hari
Nyeri Perut
🚨 BAHAYA jika:
- Nyeri sangat hebat, tidak tertahankan
- Perut keras seperti papan (board-like rigidity)
- Muntah kehijauan atau berdarah
- BAB berdarah atau hitam seperti aspal
- Tidak bisa buang angin dan tidak BAB >3 hari
- Disertai demam tinggi dan menggigil
- Nyeri menjalar ke bahu (terutama kanan)
- Hamil dengan nyeri perut hebat
✅ Relatif aman:
- Nyeri ringan-sedang
- Masih bisa jalan dan berbicara
- Perut lembut saat ditekan
- Disertai gejala maag/GERD yang sudah dikenal
- Nyeri haid biasa
Sesak Napas
🚨 BAHAYA:
- Tidak dapat menyelesaikan satu kalimat tanpa napas
- Bibir/kuku kebiruan
- Napas >30 kali/menit
- Menggunakan otot bantu napas (leher, perut)
- Riwayat asma dengan tidak respons terhadap inhaler
- Demam tinggi dengan batuk berdahak kuning/hijau/berdarah
- Nyeri dada saat bernapas
- Pembengkakan kaki dengan sesak (curiga gagal jantung)
✅ Relatif aman:
- Sesak ringan, masih bisa berbicara lancar
- Saturasi oksigen >94% (jika ada pulse oximeter)
- Batuk produktif dengan dahak jernih
- Respons baik terhadap inhaler (untuk pasien asma)
Nyeri Kepala
🚨 BAHAYA:
- “Nyeri kepala terburuk seumur hidup” (thunderclap headache)
- Nyeri kepala mendadak disertai kaku kuduk
- Disertai demam, muntah proyektil, kesadaran menurun
- Setelah trauma kepala
- Gangguan penglihatan mendadak
- Kelemahan satu sisi tubuh
- Nyeri kepala yang makin memberat dalam beberapa hari
✅ Relatif aman:
- Nyeri kepala yang sudah biasa dialami (tension, migren)
- Ringan-sedang, tidak mengganggu aktivitas
- Respons terhadap obat pereda nyeri biasa
- Tidak ada gejala neurologis
Luka dan Trauma
🚨 BAHAYA:
- Perdarahan tidak berhenti setelah penekanan 15 menit
- Luka dalam dengan otot/tulang terlihat
- Luka bakar luas (>10% luas tubuh) atau pada wajah/genital
- Patah tulang terbuka
- Trauma dada dengan kesulitan bernapas
- Trauma perut dengan nyeri hebat
- Trauma kepala dengan muntah/kesadaran menurun
- Gigitan ular berbisa
- Tersengat listrik tegangan tinggi
✅ Relatif aman:
- Luka kecil, superfisial
- Perdarahan berhenti dengan penekanan
- Memar ringan
- Keseleo ringan (masih bisa jalan)
Anak Sakit
🚨 BAHAYA:
- Bayi ❤ bulan dengan demam
- Menangis terus tidak dapat ditenangkan
- Sangat lemas, sulit dibangunkan
- Tidak mau minum sama sekali
- Napas cepat atau kesulitan bernapas
- Kulit berbintik-bintik ungu/merah yang tidak hilang saat ditekan
- Ubun-ubun cekung (bayi)
- Kejang
✅ Relatif aman:
- Rewel tapi dapat ditenangkan
- Masih mau main sebentar-sebentar
- Masih mau minum (meskipun tidak banyak)
- Demam respons terhadap penurun panas
Protokol Triase: Algoritma Keputusan Praktis
KATEGORI 1: RESUSITASI – MERAH (Tangani SEKARANG)
Kondisi:
- Henti jantung/napas
- Tidak sadar (tidak respons terhadap panggilan/nyeri)
- Napas <10 atau >30 kali/menit dengan distress berat
- Nadi <50 atau >140 kali/menit
- Syok (kulit dingin lembab, pucat, nadi lemah)
- Perdarahan masif
- Kejang yang tidak berhenti
Tindakan:
- JANGAN TINGGALKAN PASIEN
- Panggil bantuan (dokter/tim medis lain)
- Mulai BHD (Bantuan Hidup Dasar) jika terlatih
- Berikan oksigen jika tersedia
- Hubungi ambulans/rujukan SEGERA
- Catat waktu onset dan semua tindakan
Jika dokter tidak ada di tempat:
- Hubungi dokter on-call SEGERA
- Mulai BHD jika terlatih
- Siapkan rujukan ke RS terdekat tanpa menunggu dokter datang
- Dampingi pasien sampai ambulans tiba
KATEGORI 2: EMERGENT – MERAH (Tangani dalam 10-15 menit)
Kondisi:
- Kesadaran menurun (bingung, mengantuk berat)
- Nyeri dada yang dicurigai jantung
- Sesak napas berat
- Trauma mayor
- Perdarahan sedang-berat
- Nyeri hebat (skala 8-10/10)
- Stroke suspected
- Demam tinggi dengan red flags
Tindakan:
- Tempatkan di area observasi/ruang tindakan
- Hubungi dokter SEGERA (maksimal 10 menit)
- Pasang akses IV jika terlatih dan ada delegasi
- Cek tanda vital tiap 15 menit
- JANGAN berikan makan/minum (puasakan)
- Siapkan berkas rujukan jika diperlukan
- Informasikan keluarga tentang keseriusan kondisi
Jika dokter akan datang >30 menit:
- Konsultasi via telepon untuk instruksi
- Jika kondisi memburuk → rujuk tanpa menunggu dokter
KATEGORI 3: URGENT – KUNING (Tangani dalam 30-60 menit)
Kondisi:
- Demam sedang tanpa tanda bahaya
- Nyeri sedang (skala 5-7/10)
- Luka yang perlu jahitan
- Muntah/diare ringan-sedang
- Batuk produktif tanpa sesak
- Infeksi ringan
- Trauma minor
Tindakan:
- Daftarkan untuk dilihat dokter saat tersedia
- Cek tanda vital awal
- Berikan terapi simptomatik OTC jika ada protokol (contoh: parasetamol untuk demam, oralit untuk diare ringan)
- Edukasi tentang tanda bahaya yang harus diwaspadai
- Re-evaluasi tiap 30-60 menit jika menunggu lama
Jika dokter tidak akan datang dalam 2 jam:
- Nilai apakah pasien bisa dijadwalkan keesokan hari
- Atau sarankan ke fasilitas terdekat yang ada dokter jaga
KATEGORI 4: SEMI-URGENT – HIJAU (Dapat menunggu 1-2 jam atau dijadwalkan)
Kondisi:
- Batuk pilek ringan
- Nyeri ringan
- Keluhan kronis stabil
- Kontrol rutin
- Permintaan surat keterangan
- Imunisasi
- Konseling kesehatan
Tindakan:
- Jadwalkan ke poli rawat jalan jika operasional
- Edukasi tentang perawatan mandiri
- Berikan informasi tentang tanda bahaya
- Jika sangat ingin dilihat dokter → dapat menunggu dengan pengertian bahwa prioritas untuk pasien lebih gawat dulu
Pertimbangkan:
- Apakah keluhan ini perlu dilihat dokter hari ini?
- Apakah pasien dapat kembali besok ke poli rawat jalan?
- Apakah ada obat OTC yang dapat membantu sementara?
Komunikasi Efektif dengan Pasien dan Keluarga
Salah satu tantangan terbesar staf non-medis adalah mengkomunikasikan keputusan triase, terutama ketika pasien harus menunggu atau dirujuk.

Saat Pasien Harus Menunggu:
❌ JANGAN katakan:
- “Ini tidak gawat, tunggu saja”
- “Pasien lain lebih parah daripada Anda”
- “Dokternya sedang sibuk, sabar ya”
✅ KATAKAN:
- “Saya sudah memeriksa kondisi Bapak/Ibu. Saat ini tanda-tanda vitalnya stabil. Dokter sedang menangani pasien dalam kondisi kritis. Bapak/Ibu akan dipanggil segera setelah dokter selesai.”
- “Sementara menunggu, saya akan memeriksa ulang kondisi Bapak/Ibu setiap 30 menit. Jika ada perubahan, silakan beritahu saya segera.”
- “Kami memahami Bapak/Ibu tidak nyaman. Namun untuk keamanan, dokter perlu menangani yang mengancam nyawa terlebih dahulu.”
Saat Harus Merujuk:
❌ JANGAN katakan:
- “Kami tidak bisa tangani, pergi ke RS saja”
- “Ini berat, di sini tidak ada alatnya”
- “Cepat ke RS, bahaya ini!”
✅ KATAKAN:
- “Setelah saya dan dokter evaluasi (atau: setelah saya evaluasi menggunakan panduan kami), kondisi ini memerlukan pemeriksaan dan perawatan lebih lanjut yang tersedia di rumah sakit.”
- “Kami sudah menghubungi rumah sakit dan mereka siap menerima. Ini surat rujukan dan ringkasan kondisinya.”
- “Ambulans dalam perjalanan. Sementara menunggu, kami akan terus memantau dan memastikan kondisi tetap stabil.”
Saat Menyarankan untuk Tidak ke UGD:
❌ JANGAN katakan:
- “Ah, ini cuma batuk pilek, ngapain ke UGD”
- “Ke UGD nanti lama nunggu”
- “Ini tidak darurat”
✅ KATAKAN:
- “Berdasarkan gejala yang Bapak/Ibu sampaikan, ini lebih sesuai untuk ditangani di poliklinik umum. Di poliklinik, Bapak/Ibu akan mendapat waktu konsultasi yang lebih panjang dan tidak perlu menunggu lama.”
- “UGD kami siap melayani kondisi gawat darurat 24 jam. Untuk keluhan seperti ini, poliklinik adalah pilihan yang lebih tepat dan nyaman.”
- “Namun jika Bapak/Ibu mengalami [sebutkan tanda bahaya, misalnya: sesak napas berat, demam sangat tinggi, dll], segera ke UGD atau hubungi kami.”
Dokumentasi yang Perlu Dilakukan
Bahkan sebagai staf non-medis, dokumentasi sangat penting untuk:
- Kesinambungan perawatan
- Perlindungan legal
- Evaluasi kualitas layanan
Minimal catat:
- Waktu kedatangan
- Keluhan utama (dalam kata-kata pasien)
- Tanda vital: Nadi, napas, suhu, tekanan darah (jika mampu)
- Level triase yang diberikan
- Tindakan yang dilakukan
- Waktu dokter dihubungi
- Kondisi saat dirujuk (jika rujukan)
- Nama petugas yang menilai
Format sederhana:
Tgl/Jam: 03/12/2024, 22:30
Nama: Tn. Ahmad (35 thn)
Keluhan: Nyeri dada sejak 1 jam yang lalu
Vital Signs: TD: 140/90, N: 98x/m, RR: 22x/m, S: 36.8°C
Triase: MERAH (Emergent)
Tindakan: Pasien dibaringkan, oksigen 3 lpm, dokter dihubungi 22:32
Status: Menunggu dokter/Rujuk RS
Petugas: Suster Ani, AMK
Batasan Kewenangan dan Aspek Legal
Yang BOLEH Dilakukan Staf Non-Medis:
Perawat/Bidan (sesuai kompetensi):
- Triase dan penilaian awal
- Pemeriksaan tanda vital
- Pertolongan pertama
- Pemberian obat dengan delegasi tertulis dari dokter
- Pemasangan infus (jika terlatih)
- Tindakan keperawatan/kebidanan sesuai kompetensi
Staf Non-Klinis:
- Triase tingkat pertama (mengenali kondisi darurat vs non-darurat)
- Memanggil bantuan medis
- Memposisikan pasien yang nyaman
- Membantu menenangkan pasien
- Mendokumentasikan kondisi
- Menghubungi keluarga/ambulans
Yang TIDAK BOLEH Dilakukan:
❌ Menegakkan diagnosis medis ❌ Meresepkan obat keras tanpa delegasi dokter ❌ Melakukan tindakan invasif tanpa pelatihan/delegasi ❌ Memutuskan untuk tidak merujuk kondisi serius ❌ Menjanjikan kesembuhan atau prognosis ❌ Meremehkan keluhan pasien
Prinsip Legal Safety:
- “When in doubt, refer out” – Jika ragu, rujuk
- Dokumentasikan semuanya – Tulisan adalah bukti terkuat
- Konsultasikan dengan dokter – Terutama untuk keputusan penting
- Ikuti protokol fasilitas – Jangan bertindak di luar SOP
- Komunikasi terbuka – Jelaskan batasan Anda kepada pasien
Persiapan dan Pelatihan yang Diperlukan
Untuk melaksanakan triase dengan aman, staf non-medis memerlukan:
Pelatihan Dasar:
- Basic Life Support (BLS) – Wajib untuk semua staf klinis
- Pengenalan Tanda Vital – Cara mengukur dan interpretasi dasar
- Komunikasi Terapeutik – Cara berkomunikasi dengan pasien dan keluarga
- Sistem Rujukan – Prosedur rujukan di wilayah setempat
- Protokol Triase Lokal – SOP khusus fasilitas masing-masing
Peralatan Minimum:
- Tensimeter
- Termometer
- Pulse oximeter (sangat disarankan)
- Jam dengan detik
- Senter
- Sarung tangan
- Format triase/dokumentasi
Sistem Dukungan:
- Nomor telepon dokter on-call yang jelas
- Protokol tertulis untuk kondisi umum
- Akses konsultasi telemedis (jika tersedia)
- Jalur komunikasi dengan ambulans/RS rujukan
Studi Kasus: Penerapan Triase oleh Staf Non-Medis
Kasus 1: Demam Anak
Situasi: Pukul 23:00, Puskesmas 24 jam. Dokter sedang on-call dari rumah (30 menit perjalanan). Seorang ibu membawa anak laki-laki usia 4 tahun dengan demam.
Anamnesis singkat oleh perawat:
- Demam sejak sore (6 jam), suhu 38.5°C
- Anak masih aktif, sudah minum dan makan malam
- Tidak ada ruam, tidak kejang, tidak muntah
- Tidak ada batuk atau sesak
- Riwayat imunisasi lengkap
Penilaian ABCDE:
- A: Berbicara lancar ✅
- B: Napas 24x/menit, tidak sesak ✅
- C: Nadi 110x/menit, reguler, akral hangat ✅
- D: Sadar penuh, aktif ✅
- E: Tidak ada ruam, tidak ada tanda dehidrasi ✅
Keputusan Triase: KUNING (Urgent)
Tindakan Perawat:
- Memberikan paracetamol sirup sesuai berat badan (sesuai protokol fasilitas)
- Mengompres hangat
- Menghubungi dokter on-call via telepon, melaporkan kondisi
- Dokter menginstruksikan: observasi 1 jam, jika tidak ada red flags boleh pulang dengan obat demam, edukasi tanda bahaya, kontrol besok pagi
Outcome: Anak membaik, demam turun. Pulang dengan edukasi. Kontrol pagi harinya, terdiagnosis faringitis viral.
Kasus 2: Nyeri Dada
Situasi: Pukul 14:00, Klinik pratama. Dokter sedang makan siang. Seorang pria 55 tahun datang dengan nyeri dada.
Anamnesis singkat oleh perawat:
- Nyeri dada kiri sejak 30 menit lalu
- Seperti ditekan benda berat, menjalar ke lengan kiri
- Berkeringat dingin
- Riwayat hipertensi dan merokok
- Belum minum obat apa-apa
Penilaian ABCDE:
- A: Berbicara tapi tampak kesakitan ✅
- B: Napas 24x/menit, sedikit sesak ⚠️
- C: Nadi 105x/menit, TD 160/100, keringat dingin ⚠️
- D: Sadar penuh, gelisah ⚠️
- E: Pucat, berkeringat ⚠️
Keputusan Triase: MERAH (Emergent) – Curiga Sindrom Koroner Akut
Tindakan Perawat:
- LANGSUNG membaringkan pasien
- Memanggil dokter SEGERA (tidak menunggu selesai makan)
- Memberikan oksigen 3 liter/menit via nasal kanul
- Mengukur tanda vital: TD 160/100, N 105, RR 24
- Menghubungi ambulans untuk persiapan rujukan
- TIDAK memberikan makanan/minuman
- Menenangkan pasien dan keluarga
Dokter datang 5 menit kemudian:
- EKG → STEMI
- Aspirin 320 mg kunyah
- Rujukan SEGERA ke RS dengan fasilitas PCI (kateterisasi jantung)
- Ambulans berangkat dalam 10 menit
Outcome: Pasien tiba di RS dalam golden hour, dilakukan PCI, selamat.
Pembelajaran: Tindakan cepat perawat mengenali red flag dan tidak menunggu untuk memanggil dokter sangat krusial. Delay 30 menit bisa berarti perbedaan hidup-mati pada STEMI.
Kasus 3: Batuk Pilek ke UGD
Situasi: Pukul 08:00, UGD Puskesmas. Poliklinik umum sudah buka. Seorang wanita 28 tahun datang ke UGD dengan batuk pilek 3 hari.
Anamnesis singkat oleh perawat:
- Batuk pilek 3 hari, tidak ada demam tinggi (36.8°C)
- Dahak jernih, tidak sesak napas
- Masih bisa kerja dan aktivitas normal
- Datang ke UGD “karena mau cepat, tidak mau antri di poli”
Penilaian ABCDE:
- Semua dalam batas normal ✅
- Tidak ada red flags ✅
Keputusan Triase: HIJAU (Non-urgent)
Tindakan Perawat (dengan komunikasi baik): “Ibu, terima kasih sudah datang. Saya sudah memeriksa kondisi Ibu, dan saat ini tidak ada tanda yang mengkhawatirkan. Untuk keluhan batuk pilek seperti ini, akan lebih tepat dan nyaman jika Ibu berobat di poliklinik umum. Di poliklinik, Ibu akan mendapat waktu konsultasi lebih lama dan tidak perlu menunggu pasien gawat darurat.
Poliklinik kami sudah buka dan antrian saat ini tidak banyak. Apakah Ibu bersedia saya antarkan mendaftar di poliklinik?”
Outcome: Pasien memahami dan bersedia ke poliklinik. Dilayani dalam 15 menit, mendapat obat simptomatik, membaik dalam 3 hari.
Tips Praktis untuk Staf Non-Medis
DO (Lakukan):
✅ Selalu tenang dan profesional – Kepanikan Anda akan menular ke pasien dan keluarga
✅ Trust your instinct – Jika ada sesuatu yang “tidak terasa benar” meskipun tanda vital normal, hubungi dokter
✅ Komunikasi proaktif – Update pasien dan keluarga tentang status mereka setiap 15-30 menit jika menunggu
✅ Dokumentasi lengkap – “If it’s not written, it’s not done”
✅ Kerja tim – Jangan ragu meminta bantuan rekan lain
✅ Update ilmu – Ikuti pelatihan berkala, baca panduan terbaru
✅ Kenali keterbatasan – Lebih baik berlebihan merujuk daripada meremehkan kondisi serius
DON’T (Jangan):
❌ Jangan asumsikan – “Sepertinya cuma masuk angin” bisa fatal jika ternyata infark miokard
❌ Jangan tunda – “Tunggu dulu 1 jam baru hubungi dokter” pada kondisi red flag adalah kesalahan fatal
❌ Jangan meremehkan keluhan pasien – “Ah lebay, cuma sakit kepala aja”
❌ Jangan diagnosis – Anda boleh mengatakan “curiga” tapi bukan “diagnosis”
❌ Jangan janji – “Pasti sembuh kok” adalah janji yang tidak bisa Anda pegang
❌ Jangan bertindak di luar kompetensi – “Saya coba jahit dulu ya” padahal tidak terlatih
Checklist Kesiapan Fasilitas
Evaluasi fasilitas Anda dengan checklist ini:
Sistem dan Protokol:
- [ ] Ada SOP triase tertulis
- [ ] Ada protokol khusus untuk kondisi umum (demam anak, nyeri dada, sesak, trauma, dll)
- [ ] Ada daftar red flags yang jelas dan terpampang
- [ ] Ada alur komunikasi dengan dokter on-call yang jelas
- [ ] Ada sistem rujukan yang established
SDM:
- [ ] Semua staf klinis terlatih BLS
- [ ] Ada pelatihan triase rutin minimal 6 bulan sekali
- [ ] Ada pelatih atau mentor untuk staf baru
- [ ] Ada sistem on-call dokter yang jelas
- [ ] Rasio staf cukup untuk shift malam/weekend
Peralatan:
- [ ] Tensimeter, termometer, pulse oximeter tersedia dan terkalibrasi
- [ ] Oksigen dan peralatan airway management
- [ ] Obat-obat emergensi (adrenalin, dexamethasone, dll)
- [ ] Peralatan BLS (ambu bag, suction, dll)
- [ ] Ambulans atau akses ambulans yang jelas
Dokumentasi:
- [ ] Form triase yang sederhana dan praktis
- [ ] Sistem dokumentasi yang efisien
- [ ] Buku log untuk mencatat semua kasus dan outcome
Komunikasi:
- [ ] Nomor telepon dokter on-call jelas dan updated
- [ ] Nomor ambulans/IGD RS rujukan
- [ ] Sistem komunikasi (telepon, radio, WhatsApp grup resmi)
Penutup
Triase oleh staf non-medis di fasilitas kesehatan primer bukan tentang membuat diagnosis atau menggantikan peran dokter. Ini tentang mengenali mana yang urgent dan mana yang bisa menunggu, memastikan tidak ada kondisi life-threatening yang terlewat, dan membuat keputusan awal yang aman dalam keterbatasan sumber daya.
Prinsip utamanya sederhana namun powerful: “Safety first, when in doubt refer out, and always document.”
Dengan pelatihan yang memadai, protokol yang jelas, dan sikap kehati-hatian yang tepat, staf non-medis dapat menjadi garda terdepan yang efektif dalam sistem pelayanan kesehatan primer, memastikan setiap pasien mendapat penanganan yang tepat pada waktu yang tepat.
Ingat: Anda adalah mata dan telinga pertama sistem kesehatan. Keputusan cepat dan tepat Anda bisa menyelamatkan nyawa.
Referensi:
- Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Pelayanan Gawat Darurat. 2021
- WHO. Integrated Management of Adolescent and Adult Illness (IMAI). 2020
- Emergency Nurses Association. Triage Qualifications. 2023
- Australasian College for Emergency Medicine. Guidelines on the Implementation of the Australasian Triage Scale. 2016
- Medical Protection Society. Triage in Primary Care. 2023

Tinggalkan komentar