Hymne of Rainbow

This is the land where my foots found their ground solid enough to walk on. Ah…, I just remember not always as firm as now, anyhow that is what we call life, don’t we? Only a moment ago I can see, then become blind at all, and somehow I can see again we a veryLanjutkan membaca “Hymne of Rainbow”

Bhatara pun Berani Disuap

Nang Olog duduk termenung di depan rumah tuanya, di atas meja dari kayu jati yang mulai kusam dan dekil oleh usia berserakan berbagai kertas dengan tulisan yang bermacam-macam termasuk banyak foto yang tercetak di sela-selanya. Dia bingung tujuh keliling, apa yang hendak dilakukannya beberapa hari mendatang. Seandainya dia bukan salah satu tokoh Padharman (pe-dharma-an ~Lanjutkan membaca “Bhatara pun Berani Disuap”

Nyepi – Menapak Dengan Keheningan Yang Utuh

Sebuah Renungan Nyepi: Menapak Dengan Keheningan Yang Utuh Setapak yang lebih panjang dari jalan menuju surga Anda mungkin pernah berjalan di pedesaan yang masih asri, masih sederhana dan elok dalam pandangan mata. Anda mungkin pernah berada di antara alam yang masih berdendang dalam kebebasannya, pernahkah Anda berlari kecil di atas rerumputan pematang yang masih segarLanjutkan membaca “Nyepi – Menapak Dengan Keheningan Yang Utuh”

Malam Yang Sepi

Berjalan seorang diri di bawah guyuran sinar-sinar kecil pada langit malam yang cerah, sedikit memberikan apa yang dikenal sebagai kesunyian yang menyejukkan. Aku melihat banyak hal yang terkadang membuatku cukup ceroboh untuk melewatkan setiap kerlip yang jatuh dengan indahnya di lapisan-lapisan udara yang bergerak pelan. Dan itulah yang kusebut dengan kesibukan pikiran yang selalu memungutLanjutkan membaca “Malam Yang Sepi”

When A Sadness Returns

Ialah bulir embun yang paling rapuh ketika mentari pagi tak kunjung terbit, terseok di antara pucuk rerumputan, tersibak dalam kuncup-kuncup yang menolak untuk membuka. Ialah tarian alam yang bergerak dengan begitu dalam dan menyayat, ialah suara yang hilang dalam kerimbunan yang tiada. Ialah pembawa pesan dari rasa yang terkurung dalam ketidaktahuan. Ialah sang kesedihan yangLanjutkan membaca “When A Sadness Returns”

Mengapa Membelenggu Diri? Menelisik Pagerwesi

Rangkaian pengetahuan yang hadir pada kehidupan manusia hanyalah sementara, sekejap bak tubuh yang akan segera hilang setelah kembali pada pelukan semesta. Anak manusia yang berlari mengejar mimpi-mimpinya, dan menghindari ketakutan serta melempar-lempar egonya ke atas panggung kehidupan, itulah gambaran keseharian kita yang sederhana ini. Kontrol diri, itulah yang banyak ditekankan oleh para pengajar pada didikannya.Lanjutkan membaca “Mengapa Membelenggu Diri? Menelisik Pagerwesi”

Heart’s Blizzard

Sudah lebih dari pukul empat pagi, lebih dari satu jam mataku belum bisa terpejam lagi. Nyeri di dadaku sepertinya bertahan lebih lama dari biasanya, sepertinya kali ini benar-benar remuk, walau napasku tak lagi terasa berat seperti saat aku bergulat untuk terjaga dari tidurku tadi. Pikiranku melompat dari skenario satu ke skenario yang lainnya, walau demikian,Lanjutkan membaca “Heart’s Blizzard”

Sarasvati Puja

Demikianlah ilmu pengetahuan itu mengalir, sepanjang sungai sang waktu, arusnya tiadalah berbeda kehidupan itu sendiri. Seperti bunga yang kuntumnya meletup ketika musim menyapa, ia akan terlelap dan sirna ketika makna keindahan itu telah menyeruak memenuhi semesta. Sebagaimana kisah yang lalu, hari ini akan diingat kembali sebagai saat dimana salah satu hal yang menjadi harta manusiaLanjutkan membaca “Sarasvati Puja”

Lahirnya Pancasila

Sudah lama sekali, dan aku hampir tak bisa mengingat lagi pelajaran pada masa sekolah dulu, mengenai lahirnya Pancasila yang menjadi dasar negara kita saat ini. Saat Bung Karno menyampaikan pertama kali dalam pidato di hadapan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), di sanalah konsep ini pertama kali hadir, dan kemudian lahir sebagai jiwa negaraLanjutkan membaca “Lahirnya Pancasila”

Yang Jauh & Yang Dekat

Jejak langkah ini berbalut dalam waktu, sementara semua saling berkejaran antara tapal batas yang tak kunjung memperlihatkan kepastian. Debu-debu yang ikut serta diterbangkan derap yang tak mengenal lelah, terhuyung mencari sandarannya di bawah biru atap yang terbentang hingga ke batas cakrawala. Aku menoleh pada pelana-pelana yang kosong yang jua mengejar kehampaan, semuanya berputar melingkupi keberadaanku.TanahLanjutkan membaca “Yang Jauh & Yang Dekat”