A Cahya Legawa's Les pèlerins au-dessus des nuages

Beberapa tahun lalu, seorang pasien datang ke klinik dengan wajah cemas. “Dokter, saya alergi antibiotik,” katanya sambil menunjukkan catatan di ponselnya. Ketika ditanya lebih lanjut, ternyata ia pernah mengalami ruam merah setelah minum amoxicillin saat demam tinggi lima tahun lalu. Sejak saat itu, ia selalu menolak antibiotik dan menuliskan “alergi penisilin” di setiap formulir medis.

Kisah seperti ini ternyata sangat umum. Bahkan, fenomena ini telah menjadi perhatian serius dalam dunia kedokteran modern karena dampaknya yang meluas—tidak hanya pada pasien individual, tetapi juga pada kesehatan masyarakat secara keseluruhan.

Memahami Alergi Antibiotik: Lebih Kompleks dari yang Terlihat

Alergi antibiotik adalah reaksi sistem kekebalan tubuh yang tidak diinginkan terhadap obat antibiotik. Namun, tidak semua reaksi yang muncul setelah mengonsumsi antibiotik adalah alergi sejati. Inilah bagian yang sering membingungkan—baik bagi pasien maupun terkadang bagi praktisi kesehatan.

Reaksi terhadap antibiotik dapat dibagi menjadi beberapa kategori:

Reaksi alergi sejati melibatkan sistem kekebalan tubuh dan dapat dimediasi oleh antibodi IgE (reaksi cepat) atau mekanisme imun lainnya (reaksi lambat). Reaksi ini dapat berkisar dari ruam kulit ringan hingga anafilaksis yang mengancam jiwa.

Efek samping non-alergi seperti gangguan pencernaan, mual, atau diare adalah respons farmakologis yang umum terjadi tetapi tidak melibatkan sistem kekebalan. Ini bukan alergi, meskipun tidak menyenangkan.

Interaksi obat-penyakit seperti ruam yang muncul ketika seseorang dengan infeksi virus (seperti mononukleosis) mengonsumsi ampisilin. Ini sering disalahartikan sebagai alergi padahal sebenarnya adalah interaksi antara obat dan virus.

Intoleransi obat yang menyebabkan gejala seperti sakit kepala atau pusing, tetapi tanpa keterlibatan sistem kekebalan.

Epidemiologi Alergi Antibiotik: Angka yang Mengejutkan

Data terkini menunjukkan fakta yang mengejutkan tentang prevalensi alergi antibiotik. Sekitar 10% dari populasi umum yang menggunakan layanan kesehatan melaporkan memiliki alergi obat, dengan alergi penisilin sebagai yang paling sering dilaporkan—mencapai 8-12% tergantung pada populasi yang dievaluasi.

Namun, inilah bagian yang paling menarik: ketika pasien yang melaporkan alergi penisilin diuji secara menyeluruh melalui skin testing dan oral challenge, lebih dari 90-98% ternyata tidak benar-benar alergi dan dapat menggunakan penisilin dengan aman (PubMed Central). Ini berarti ada kesenjangan besar antara persepsi dan realitas.

Penelitian terbaru juga mengungkapkan pola demografis yang menarik:

  • Pasien perempuan menggunakan lebih banyak antibiotik dibanding laki-laki dan memiliki tingkat prevalensi alergi yang lebih tinggi untuk semua kelas antibiotik (PubMed)
  • Terdapat peningkatan steady prevalensi alergi antibiotik seiring bertambahnya usia untuk kedua jenis kelamin
  • Insiden alergi antibiotik pada pasien perempuan tertinggi untuk golongan sulfa (3,4%) dibandingkan dengan kelas antibiotik lainnya (1-1,5%) (PubMed)

Studi di fasilitas perawatan jangka panjang di Massachusetts menemukan fakta yang lebih mengkhawatirkan: prevalensi keseluruhan alergi antibiotik yang terdokumentasi mencapai 39,1%, dengan kelas yang paling sering dilaporkan adalah penisilin (23,1%), sulfonamida (15,4%), dan sefalosporin (5,2%) (ScienceDirect).

Sumber: https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1198743X23001787

Dampak Label Alergi yang Tidak Akurat: Ancaman Kesehatan Publik

Label “alergi antibiotik” yang tidak akurat bukan sekadar catatan medis yang salah—ini adalah masalah kesehatan publik yang serius dengan konsekuensi nyata.

Penggunaan Antibiotik yang Tidak Optimal

Ketika seorang pasien memiliki label alergi penisilin, dokter terpaksa menggunakan antibiotik alternatif yang sering kali merupakan pilihan lini kedua. Antibiotik pengganti ini biasanya:

  • Spektrum lebih luas (membunuh lebih banyak jenis bakteri, termasuk bakteri baik)
  • Lebih mahal
  • Berpotensi lebih toksik
  • Kurang efektif untuk kondisi tertentu

Sebagai contoh, untuk infeksi Streptococcus grup A (seperti radang tenggorokan streptokokus) atau sifilis, penisilin adalah pilihan terbaik. Tidak ada antibiotik lain yang seefektif atau seaman penisilin untuk kondisi ini. Pasien dengan label alergi penisilin yang keliru kehilangan akses ke terapi optimal ini.

Meningkatkan Resistensi Antibiotik

Penggunaan antibiotik spektrum luas yang berlebihan akibat label alergi yang tidak akurat berkontribusi pada krisis resistensi antibiotik global. Setiap kali kita menggunakan antibiotik spektrum luas ketika antibiotik spektrum sempit sudah cukup, kita memberi tekanan seleksi pada bakteri untuk mengembangkan resistensi.

Peningkatan Efek Samping dan Biaya

Studi menunjukkan bahwa antibiotik alternatif yang digunakan untuk pasien dengan label alergi penisilin menghasilkan:

  • Tingkat efek samping yang lebih tinggi
  • Durasi rawat inap yang lebih lama
  • Biaya pengobatan yang meningkat signifikan
  • Risiko komplikasi seperti infeksi Clostridioides difficile yang lebih tinggi

Satu studi memperkirakan bahwa penghindaran antibiotik beta-laktam hanya pada 55 kesempatan mengakibatkan biaya tambahan sebesar CAD 15.672—dan ini hanya di beberapa bangsal rumah sakit tertentu.

Jenis-Jenis Antibiotik dan Profil Efek Sampingnya

Untuk memahami alergi antibiotik dengan lebih baik, penting mengetahui berbagai kelas antibiotik dan efek samping potensial mereka:

Beta-Laktam (Penisilin, Sefalosporin, Karbapenem)

Golongan penisilin dan sefalosporin adalah penyebab paling umum dari label alergi antibiotik. Reaksi alergi sejati terhadap beta-laktam biasanya dimediasi oleh IgE dan dapat menyebabkan:

  • Urtikaria (biduran)
  • Angioedema
  • Bronkospasme
  • Anafilaksis (pada kasus berat)

Namun, penelitian terkini menunjukkan bahwa cross-reactivity (reaksi silang) antara penisilin dan sefalosporin jauh lebih rendah dari yang diperkirakan sebelumnya. Pasien dengan alergi penisilin yang dikonfirmasi masih dapat menggunakan sefalosporin dengan aman dalam banyak kasus, terutama jika struktur kimia rantai sampingnya berbeda.

Karbapenem (seperti meropenem, imipenem) juga memiliki tingkat cross-reactivity yang sangat rendah dengan penisilin dan dapat digunakan dengan aman pada sebagian besar pasien dengan alergi penisilin.

Sulfonamida

Sulfonamida memiliki insiden alergi tertinggi di antara kelas antibiotik (PubMed), dengan manifestasi yang dapat berupa:

  • Reaksi kulit ringan hingga Stevens-Johnson Syndrome (SJS)
  • Toxic Epidermal Necrolysis (TEN)
  • Fotosensitivitas
  • Kristaluria (pembentukan kristal dalam urine)
  • Penurunan jumlah sel darah

Fluorokuinolon

Golongan ini (ciprofloxacin, levofloxacin) relatif jarang menyebabkan reaksi alergi sejati, tetapi memiliki profil efek samping yang perlu diperhatikan:

  • Tendinitis dan ruptur tendon
  • Perpanjangan interval QT (masalah ritme jantung)
  • Neuropati perifer
  • Fotosensitivitas
  • Efek pada sistem saraf pusat (pusing, kebingungan)

Makrolida

Makrolida (eritromisin, azitromisin, klaritromisin) umumnya ditoleransi dengan baik, tetapi dapat menyebabkan:

  • Gangguan gastrointestinal
  • Perpanjangan interval QT
  • Hepatotoksisitas (jarang, terutama dengan eritromisin)

Aminoglikosida

Golongan ini (gentamisin, tobramycin) memiliki efek samping serius yang berkaitan dengan dosis:

  • Nefrotoksisitas (kerusakan ginjal)
  • Ototoksisitas (gangguan pendengaran dan keseimbangan)

Diagnosis Alergi Antibiotik: Pendekatan Berbasis Bukti

Mendiagnosis alergi antibiotik dengan akurat memerlukan pendekatan sistematis. Diagnosis yang tepat tidak hanya melindungi pasien dari reaksi berbahaya, tetapi juga mencegah label alergi yang tidak perlu.

Anamnesis yang Menyeluruh

Langkah pertama dan paling penting adalah mengambil riwayat yang detail. Dokter perlu menanyakan:

  • Antibiotik apa yang dikonsumsi? Pasien sering mengatakan “alergi antibiotik” tanpa spesifik. Penting mengetahui nama antibiotik yang tepat.
  • Apa reaksinya? Ruam? Gatal? Sesak napas? Mual? Bengkak?
  • Kapan reaksi terjadi? Segera setelah dosis pertama? Setelah beberapa hari? Atau minggu setelah selesai pengobatan?
  • Berapa lama reaksi berlangsung? Beberapa jam? Beberapa hari?
  • Apakah pasien sedang sakit saat itu? Demam tinggi? Infeksi virus?
  • Apakah pernah menggunakan antibiotik yang sama atau sejenis sebelum atau sesudah kejadian?
  • Apakah ada obat lain yang dikonsumsi bersamaan?

Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini dapat membantu membedakan antara alergi sejati, efek samping non-alergi, atau interaksi obat-penyakit.

Klasifikasi Risiko

Berdasarkan riwayat, pasien dapat diklasifikasikan ke dalam kategori risiko:

Risiko rendah:

  • Riwayat reaksi tidak jelas atau tidak diingat
  • Reaksi terjadi di masa kanak-kanak (>10 tahun lalu)
  • Riwayat keluarga alergi antibiotik (bukan riwayat pribadi)
  • Ruam ringan yang tidak urtikaria
  • Efek samping gastrointestinal

Risiko sedang:

  • Urtikaria terisolasi
  • Reaksi terjadi dalam 5-10 tahun terakhir
  • Riwayat yang kurang jelas

Risiko tinggi:

  • Riwayat anafilaksis
  • Stevens-Johnson Syndrome atau Toxic Epidermal Necrolysis
  • Drug Reaction with Eosinophilia and Systemic Symptoms (DRESS)
  • Acute Generalized Exanthematous Pustulosis (AGEP)
  • Reaksi organ spesifik (hepatitis, nefritis, anemia hemolitik)

Skin Testing

Satu-satunya metode tervalidasi untuk menentukan alergi obat dalam praktik klinis adalah skin testing untuk alergi yang dimediasi IgE terhadap penisilin (NCBI).

Skin testing untuk penisilin melibatkan:

  1. Skin prick test: Larutan antigen diteteskan di kulit dan ditusuk dengan jarum kecil
  2. Intradermal test: Sejumlah kecil antigen disuntikkan di bawah kulit

Hasil positif menunjukkan kemungkinan alergi IgE-mediated. Hasil negatif menunjukkan risiko rendah untuk reaksi alergi immediate.

Penting dicatat bahwa skin testing memiliki keterbatasan:

  • Hanya tersedia untuk penisilin
  • Tidak dapat memprediksi reaksi non-IgE mediated
  • Sensitivitas berkurang seiring waktu sejak reaksi terakhir
  • Tidak tersedia secara luas di semua fasilitas kesehatan

Oral Drug Challenge/Provocation Test

Ini adalah gold standard untuk konfirmasi atau exclusion alergi antibiotik. Toleransi akut terhadap dosis terapeutik oral antibiotik kelas penisilin adalah standar emas saat ini untuk memastikan tidak adanya alergi penisilin yang dimediasi IgE yang signifikan secara klinis (PubMed).

Prosedur melibatkan pemberian antibiotik yang dicurigai dalam dosis bertingkat di bawah pengawasan medis ketat. Jika tidak ada reaksi, pasien dinyatakan tidak alergi terhadap antibiotik tersebut.

Tes Laboratorium

Tes darah untuk mendeteksi antibodi IgE spesifik terhadap penisilin tersedia, tetapi memiliki sensitivitas yang buruk dan tidak direkomendasikan sebagai tes tunggal untuk diagnosis.

Pentingnya “Delabeling”: Menghapus Label Alergi yang Tidak Akurat

Konsep “delabeling” atau penghapusan label alergi yang tidak akurat telah menjadi prioritas dalam antimicrobial stewardship (penggunaan antibiotik yang bijak) global.

Sebagian besar pasien yang diberi label alergi terhadap penisilin sebenarnya tidak alergi ketika distratifikasi risikonya dengan tepat, diuji, dan diberi rechallenge (PubMed Central).

Manfaat Delabeling

  1. Akses ke terapi optimal: Pasien dapat kembali menggunakan antibiotik lini pertama yang paling efektif
  2. Pengurangan resistensi antibiotik: Mengurangi penggunaan antibiotik spektrum luas yang tidak perlu
  3. Penurunan efek samping: Antibiotik lini pertama umumnya lebih aman
  4. Penghematan biaya: Antibiotik lini pertama biasanya lebih murah
  5. Peningkatan hasil klinis: Terapi yang lebih efektif meningkatkan kesembuhan

Program Delabeling

Banyak rumah sakit dan sistem kesehatan kini menerapkan program delabeling sistematis, terutama untuk alergi penisilin. Program-program ini melibatkan:

  • Skrining pasien dengan label alergi penisilin
  • Stratifikasi risiko berdasarkan riwayat
  • Skin testing untuk pasien risiko sedang
  • Direct oral challenge untuk pasien risiko rendah
  • Dokumentasi hasil yang jelas dalam rekam medis

Penelitian menunjukkan bahwa program-program ini aman, cost-effective, dan dapat menghapus label alergi pada sebagian besar pasien yang dievaluasi.

Mencegah Label Alergi yang Tidak Perlu: Peran Semua Pihak

Pencegahan label alergi antibiotik yang tidak akurat memerlukan upaya kolaboratif dari semua pihak yang terlibat dalam perawatan kesehatan.

Peran Tenaga Kesehatan

Komunikasi yang efektif: Ketika meresepkan antibiotik, jelaskan kepada pasien:

  • Nama antibiotik yang tepat (bukan hanya “antibiotik”)
  • Efek samping yang mungkin terjadi dan mana yang perlu dilaporkan
  • Perbedaan antara efek samping umum dan reaksi alergi sejati
  • Pentingnya melaporkan reaksi dengan detail yang akurat

Dokumentasi yang baik: Kesenjangan dokumentasi yang signifikan telah diidentifikasi, dengan hingga 92,8% catatan alergi ditemukan tidak lengkap (ScienceDirect). Dokumentasi harus mencakup:

  • Nama antibiotik spesifik yang menyebabkan reaksi
  • Deskripsi detail tentang reaksi
  • Waktu onset reaksi
  • Durasi reaksi
  • Manajemen yang diberikan
  • Apakah pasien pernah menggunakan antibiotik yang sama sebelum atau sesudahnya

Evaluasi kritis: Jangan langsung memberikan label “alergi” tanpa evaluasi yang tepat. Pertimbangkan kemungkinan lain seperti viral exanthem atau intoleransi.

Peran Pasien dan Keluarga

Catat dengan detail: Jika Anda mengalami reaksi terhadap antibiotik, catat:

  • Nama lengkap antibiotik
  • Kapan dimulai, dosis, dan berapa lama diminum
  • Reaksi apa yang terjadi, kapan muncul setelah minum obat
  • Foto ruam jika memungkinkan
  • Kondisi kesehatan saat itu (demam, infeksi virus, dll.)

Komunikasikan dengan akurat: Ketika ditanya tentang alergi obat, berikan informasi spesifik, bukan hanya “alergi antibiotik”. Jelaskan reaksi yang terjadi.

Terbuka untuk evaluasi ulang: Jika Anda memiliki label alergi antibiotik lama (terutama dari masa kanak-kanak), tanyakan kepada dokter tentang kemungkinan evaluasi ulang. Anda mungkin bukan alergi sejati.

Jangan berbagi atau menyimpan antibiotik: Hindari menggunakan antibiotik sisa atau antibiotik orang lain. Setiap orang dan setiap infeksi berbeda.

Peran Sistem Kesehatan

Rekam medis elektronik yang terstruktur: Sistem harus memungkinkan dokumentasi detail tentang reaksi alergi, bukan hanya checklist “alergi/tidak alergi”.

Alert yang cerdas: Sistem peringatan harus membedakan antara alergi risiko tinggi yang benar-benar kontraindikasi dan alergi risiko rendah yang mungkin memerlukan evaluasi.

Program pendidikan: Pendidikan berkelanjutan untuk tenaga kesehatan tentang diagnosis dan manajemen alergi antibiotik.

Akses ke layanan alergi: Fasilitasi rujukan ke spesialis alergi atau program delabeling ketika diperlukan.

Situasi Khusus: Ketika Benar-Benar Alergi

Bagi pasien dengan alergi antibiotik yang dikonfirmasi, ada beberapa strategi manajemen:

Hindari Antibiotik Penyebab

Ini adalah strategi paling sederhana dan paling aman. Gunakan antibiotik dari kelas yang berbeda yang tidak memiliki cross-reactivity.

Desensitisasi

Untuk situasi di mana antibiotik tertentu adalah satu-satunya pilihan terbaik (misalnya, penisilin untuk sifilis pada ibu hamil dengan alergi penisilin), prosedur desensitisasi dapat dilakukan. Ini melibatkan pemberian antibiotik dalam dosis yang sangat kecil dan meningkat secara bertahap di bawah pengawasan ketat di rumah sakit. Desensitisasi memberikan toleransi sementara—setelah pengobatan selesai, pasien akan kembali alergi.

Premedikasi

Dalam beberapa kasus reaksi non-IgE mediated, premedikasi dengan antihistamin dan kortikosteroid dapat membantu, meskipun ini bukan strategi untuk reaksi anafilaksis.

Kesimpulan: Bijak dalam Mengelola Alergi Antibiotik

Alergi antibiotik adalah topik yang kompleks dengan implikasi luas—dari kesehatan individu hingga kesehatan publik global. Pemahaman yang mendalam tentang perbedaan antara alergi sejati dan reaksi non-alergi sangat penting untuk memastikan setiap pasien mendapatkan terapi yang optimal.

Ingat bahwa:

  • Tidak semua reaksi terhadap antibiotik adalah alergi
  • Sebagian besar label alergi penisilin tidak akurat
  • Evaluasi dan delabeling yang tepat dapat mengembalikan akses ke terapi optimal
  • Dokumentasi yang baik adalah kunci untuk perawatan yang aman di masa depan
  • Komunikasi terbuka antara pasien dan tenaga kesehatan sangat penting

Di era di mana resistensi antibiotik menjadi ancaman global yang semakin serius, menggunakan antibiotik yang tepat untuk pasien yang tepat pada waktu yang tepat bukan hanya tentang perawatan individual yang baik—ini tentang melindungi efektivitas antibiotik untuk generasi mendatang.

Jika Anda memiliki label alergi antibiotik, terutama jika itu dari lama atau Anda tidak yakin tentang detailnya, bicarakan dengan dokter Anda tentang kemungkinan evaluasi ulang. Anda mungkin menemukan bahwa Anda memiliki lebih banyak pilihan pengobatan daripada yang Anda kira.


Artikel ini telah ditulis ulang dan dikembangkan dengan informasi ilmu pengetahuan terkini dari literatur medis tahun 2022-2024, mencakup pemahaman yang lebih mendalam tentang epidemiologi, diagnosis, dampak kesehatan publik, dan pentingnya delabeling dalam konteks alergi antibiotik.

Commenting 101: “Be kind, and respect each other” // Bersikaplah baik, dan saling menghormati (Indonesian) // Soyez gentils et respectez-vous les uns les autres (French) // Sean amables y respétense mutuamente (Spanish) // 待人友善,互相尊重 (Chinese) // كونوا لطفاء واحترموا بعضكم البعض (Arabic) // Будьте добры и уважайте друг друга (Russian) // Seid freundlich und respektiert einander (German) // 親切にし、お互いを尊重し合いましょう (Japanese) // दयालु बनें, और एक दूसरे का सम्मान करें (Hindi) // Siate gentili e rispettatevi a vicenda (Italian)

55 tanggapan

  1. nia Avatar
    nia

    Malam dok, izin bertanya dok, dok reaksi alergi injeksi gentamicin kira kira muncul dalam rentan waktu berapa lama dok? biasanya berapa persen seseorang alergi terhadap injeksi gentamisin? Terima kasih dok sebelumnya

    Suka

    1. Cahya Avatar

      Hi Nia, umumnya semua jenis reaksi alergi muncul dengan segera. Sangat jarang ada reaksi alergi muncul setelah 24 jam. Biasanya dalam 15 menit kita sudah bisa melihat reaksinya. Oleh karena itu, setiap obat injeksi yang belum diketahui riwayat alerginya akan dilakukan tes alergi terlebih dahulu.

      Untuk persentase berapa orang yang alergi terhadap suatu obat. Saya kurang tahu.

      Suka

  2. nana Avatar

    Gini Dok, Saya sudah minum resep 1 metronidazol 3×1 itu selama 5 hari dan saat minum obat itu saya pusing terus menerus, demam dan radang tenggorokan. Yang meresepkan obat ke 2 juga dokter. Jadi sudah ada konsultasi

    Suka

    1. Cahya Avatar

      Jika memang belum membaik, dapat meminta rekomendasi rujukan ke dokter ahli. Biasanya radang tenggorokan sederhana, dengan atau tanpa antibiotik akan sembuh dengan segera. Dan jika ada infeksi bakteri ringan, dengan antibiotik spektrum luas umumnya akan membaik. Jika ini belum membaik, layak dipertimbangkan konsultasi ke dokter ahli.

      Suka

  3. nana Avatar

    Siang dok, tadi pagi saya sudah ke puskesmas. Saya sudah bilang kalo saya minum metronidazol, dan pusing mual. Sekarang diresep clotrimoksazol 2×2 , Anti mual Domperidon, Parasetamol dan vitamin, utk 3 hari. Tapi saya blm minum. Takut ga cocok lagi.
    saya ingin tes darah & urin tapi takut nya antibiotik dapat mempengaruhi hasil tes darah dan urine, utk isk.
    Menurut dokter, sebaiknya berapa hari saya berpuasa minum obat jika mau tes darah/urin, utk cek ginjal..trims

    Suka

    1. Cahya Avatar

      Obat antibiotik tidak untuk dihentikan begitu saja. Jika hendak melakukan tes, dapat langsung dilakukan. Untuk tes urin sederhana, antibiotik mungkin dapat berpengaruh, namun untuk fungsi ginjal akan dinilai sendiri.

      Suka

  4. nana Avatar

    Sy sudah stop ranitidinnya. Sekarang perut bawah saya nyeri & punggung pegel banget. Lalu warna urin kemerahan. Apa krn warna kapsul yang diminum, jadi warna urin berubah? Saya takutnya karna gangguan ginjal. Tolong dijwb ya dok. Trims.

    Suka

    1. Cahya Avatar

      Untuk mengetahui apakah itu darah atau gangguan ginjal, perlu dilakukan pemeriksaan oleh dokter dan mungkin sejumlah pemeriksaan penunjang. Saya merekomendasikan untuk pemeriksaan ke klinik pratama terdekat.

      Suka

  5. nana Avatar

    tanya lagi dok,
    kalo muntah2 setelah minum ranitidin itu knapa ya? kan tadi siang saya minum ranitidin trus muntah2. setelah itu saya minum norit(karbon aktif) trus 1,5 jam kmudian saya minum antibiotik. menurut dokter, sebaiknya berapa jam jarak waktu antara minum norit dan antibiotik tsb. trims..

    Suka

    1. Cahya Avatar

      Memang ada laporan efek yang tidak diharapkan dari ranitidin di mana < 1% pasien mengalami mual atau muntah. Jika tidak cocok dengan ranitidin, sebaiknya konsumsi dihentikan dan konsultasi dengan dokter yang meresepkan.
      Untuk antibiotik dan karbon aktif tidak masalah dengan jarak tersebut. Karbon aktif biasanya lebih dilaporkan berinteraksi mengurangi penyerapan obat jenis lainnya, seperti digoxin, acetylcystein, digoxin, etc.

      Suka

  6. nana Avatar

    Dua hari yang lalu saya ke rumahsakit karena isk dan keputihan. Dokter meresepkan obat untuk 7 hari yaitu metronidazol 3×1 ;urinter 2×1 ;cetirizine 1×1 dan ranitidine 2×1. setiap beberapa jam minum obat tersebut saya merasa pusing banget, demam dan mual. Jadi setiap pusing saya minum paracetamol.
    1. ini gejala alerghi/overdosis antibiotik?
    2. saya sebaiknya tetap minum terus obatnya atau cukup minum 3 hari saja karena setiap minum jadi pusing.
    3. Riwayat alergi saya: ciprofloxacin, levofloxacin, diklofenak, aspirin dan tremenza..Trims

    Suka

    1. Cahya Avatar

      Hi Nana, reaksi alergi umumnya paling ringan ditandai dengan ruam. Namun beberapa obat seperti antibiotik memang memiliki efek samping bagi mual dan gejala tidak nyaman pada saluran cerna. Jika gejala ini muncul, coba konsultasi kembali ke dokter yang meresepkan obat untuk pertimbangan selanjutnya.

      Suka

  7. mifta Avatar
    mifta

    Dok saya alergi antibiotik cefadroxil, ruam merah dan gatal muncul setelah pemakaian setengah dosis dr yg diresepkan dokter. Apa saya boleh menghentikan minum antibiotik tersebut apa harus dihabiskan? sebelumnya saya gejala tipes kemudian diberi antibiotik tersebut

    Suka

    1. Cahya Avatar

      Boleh, dihentikan dulu. Dan disarankan kembali ke dokter yang meresepkan obat untuk minta obat pengganti.

      Suka

  8. Cahya Avatar

    Apa ada bengkak di sekitar mata/bibir? Kesulitan bernapas? Apa sampai ada BAB/diare dengan darah?

    Ada obat lain yang diminum selain Clindamycin?

    Jika memang merah dan gatal, saya sarankan agar kembali pada dokter yang meresepkan obat, untuk dinilai ulang.

    Suka

  9. freddy Avatar
    freddy

    dokter saya freddy…..
    kemarin saya makan aspirin mata saya bengkak dokter trus makan paracetamol sama amoxilin juga jadi bengkak matanya…kira2 karna apa yah dokter?

    Suka

    1. Cahya Avatar

      Anda mungkin alergi dengan obat-obat tersebut. Saya dapat sarankan kembali ke dokter yang meresepkan obat untuk mendapatkan obat pengganti.

      Suka

  10. warda Avatar
    warda

    Dok, suami saya alergi amoxicilin, antibiotik apa yang bisa diminumnya selain amoxicilin dok? Mohon jawabannya ya dok. Terima kasih.

    Suka

    1. Cahya Avatar

      Tergantung pada kasusnya Bu. Setiap kasus memiliki pendekatan terapi antibiotik yang berbeda-beda. Selama bukan golongan penicillin, maka bisa diberikan selama juga tidak alergi.

      Suka

  11. indra Avatar
    indra

    Mas bro.aku mau tanya sy mengkonsumsi cefixime setelah itu sy gelisah emang efek sampingnya menyebabkan gelisah? thanks…

    Suka

    1. Cahya Avatar

      Indra, cefixime tidak menyebabkan gelisah psikologis.

      Tapi jika gelisah yang dimaksud sedikit nyeri kepala dan tidak enak di perut (seperti kembung atau mual), itu mungkin efek sampingnya.

      Suka

  12. bima rusela putra Avatar
    bima rusela putra

    Saya ingin bertanya dok. Setelah pemakaian dexamethasone, saya menjadi alergi gatal2 merah, panas dan muncul bentol berair. Setelah 3 minggu akhirnya sembuh gatal gatalnya. Namun bentol berairnya tak kunjung selesai. Satu sembuh tumbuh lagi satu dan terus berair, bagaimana ya dok penangannya?sampai brp lama air itu akan habis?

    Suka

    1. Cahya Avatar

      Bima, apa obat yang dikonsumsi hanya dexamethasone? Apa tidak ada obat lain? Lalu kenapa minum dexamethasone, apa sakitnya?

      Karena dexamethasone adalah obat antialergi dan anti-inflammatory. Jadi jarang sekali menyebabkan reaksi alergi.

      Coba periksa ke dokter atau spesialis terdekat, siapa tahu kondisi kulit itu bukan karena dexamethasone tapi sakit lain yang perlu penanganan berbeda. Atau kondisi sakit yang dengan dexamethasone justru memburuk.

      Suka

    2. bima rusela putra Avatar
      bima rusela putra

      Tadinya saya terkena eksim dok. Lalu dokter kulit memberikan saya obat racikan tablet yg komposisinya dexamethasone,loratadine,ctm. Dan obat salep racikan .namun selama konsumsi obat saya merasa badan saya menjadi panas seperti terbakar. Saya pikir ah mungkin hanya efek samping sementara.eksim saya pun sembuh, setelqh bbrp minggu kmudian baru saya merasakan gatal2 dan panas di badan . Gatal2nya sembuh eh muncul bentol bentol yg kemudian pecah mengeluarkan air dan nanah . Skrg alhamdulilah dok sudah sembuh dengan sendirinya, bekasnya kulit jadi sepertikoreng hitam.

      Suka

  13. ari Avatar
    ari

    Dok mau nanya,sekitar 2 hari yg lalu saya terkena flu kemudian oleh dokter diresepkan asam mefenamat 500mg,erythromycin 250mg,ambroxol 30mg,dexamethasone 0.5mg namun 3 x minum ulu hati saya jadi sakit,apakah saya harus menghentikan obatnya?dan apa yg harus saya lakukan untuk meredakan sakit ulu hati saya.terimakasih

    Suka

    1. Cahya Avatar

      Ari, itu gejala dispepsia.

      Untuk sementara saya dapat sarankan untuk menghentikan konsumsi asam mefenamat & dexamethasone.

      Jika dengan menghentikan kedua obat itu sudah cukup, maka tidak perlu menambah terapi untuk dispepsia. Jangan lupa mengikuti pola diet/makan untuk penderita dispepsia, saya rasa banyak artikel di internet yang mengulas hal ini.

      Dan jika keluhan menetap, saya sarankan kembali diperiksa oleh dokter. Apakah memerlukan modifikasi pengobatan atau tidak.

      Suka

    2. ari Avatar
      ari

      terimakasih atas jawabannya dan bagaimana dengan obat yg lain ambroxol dan erythromycinnya apakah boleh dikonsumsi kembali sampai habis?atau dihentikan juga?
      padahal saya minum obatnya setelah makan itu dok.

      terimakasih.

      Suka

    3. Cahya Avatar

      Ari,

      Erythromycin adalah antibiotik, karena sudah mulai diminum, maka dihabiskan atau paling tidak dikonsumsi selama 3 hari berturut-turut sesuai dosis anjuran – agar tidak memicu resistensi bakteri. Memang efek samping menimbulkan rasa tidak nyaman di perut, tapi semua antibiotik rerata punya efek serupa.

      Sedangkan ambroxol adalah obat batuk golongan ekspektoran. Jika sudah tidak batuk berdahak dalam jumlah yang banyak, maka tidak perlu dilanjutnya. Tapi jika masih batuk berdahak, boleh dilanjutkan.

      Suka

    4. ari Avatar
      ari

      terimakasih sekali jawabannya sangat membantu 🙂

      Suka

  14. sari Avatar
    sari

    Dok.. saya baru pap smear dan terima hasil tanggal 2.. dan saya diberi obat metronidazole dan cream untuk miss v. Tapi saya bingung karna saya merasa saya telat haid udah seminggu dan mungkin saya hamil.kira2 disaat saya terapi minum metronidazole..paginya saya bisa tes kehamilan gak ya dengan tespek? Klo saya hamil.. apa saya harus stop konsumsi obatnya atau diteruskan? Karna konsumsi hanya 7 hari ? Dan apa bahayanya untuk janin apabila ternyata saya hamil? Terimakasih

    Suka

    1. Cahya Avatar

      Jika positif hamil, konsultasikan kembali dengan dokter Anda. Antibiotik diteruskan atau diganti/dihentikan, akan diputuskan bersama-sama dokter Anda dengan menimbang keuntungan dan kerugiaannya.

      Metronidazole adalah antimikrobial yang keamanannya berada pada level B untuk kehamilan.

      Suka

  15. putri Avatar
    putri

    saya mau tanya sedikit pak, sehari setelah saya minum SANPRIMA telapak tangan dan telapak kaki saya jadi merah-merah. apa itu salah satu tanda alergi thd obat tersebut? terima kasih:)

    Suka

    1. Cahya Avatar

      Putri, mohon maaf, saya sedang tidak memegang katalog obat, bisa disampaikan kandungan apa yang ada di dalam obat itu?

      Jika tidak ada diduga faktor luar lainnya, semisal zat iritan atau alergen. Bisa jadi memang alergi obat yang bersifat ringan.

      Suka

  16. joni Avatar
    joni

    mw tanya pak kemaren saya minum obat antibiotik sulfamethoxazole 800mg trimethoprim 160 mg karena infeksi saluran kencing tapi setelah minum obat itu penis jadi bengkak apa karena alergi obat atw infeksinya? trima kasih

    Suka

    1. Cahya Avatar

      Alergi akibat obat yang diminum manifestasinya tidak umum pada satu tempat seperti penis saja. Biasanya diawali gatal dan kemerahan pada badan, juga jika ada bengkak akan paling kentara pada bibir dan kelopak mata.
      Saya tidak bisa melihat hubungannya juga dengan infeksi saluran kemih meski tidak menutup kemungkinan, sebagaimana halnya tidak menutup kemungkinan disebabkan reaksi radang yang sama sekali baru. Silakan diperiksa kembali ke dokter yang meresepkan obat sebelumnya.

      Suka

  17. anggun Avatar
    anggun

    oh terimakasih ya, pak! untuk sarannya.
    soal obat remactane, maksud saya “rimactane” saya salah ketik!

    saya mau lanjut bertanya soal luka saya, pak! luka saya itu terus menerus mengeluarkan air, hingga orang tua saya kewalahan karena airnya sampai mengalir cukup deras bagaimana cara menghentikannya, sehingga luka saya lekas sembuh?

    serta, bagaimana caranya mengobati ruam merah serta bengkak (khususnya dimata yang sangat mengganggu) agar segera kembali seperti semula..
    mungkinkah ada sayuran atau buah tertentu yang dapat mengobati penyakit saya ini?

    -terimakasih-

    Suka

    1. Cahya Avatar

      Anggun, untuk reaksi alergi, Anggun perlu menemui dokter, dengan pemeriksaan yang tepat mungkin kondisi tersebut bisa dibantu dipulihkan dengan obat-obatan golongan kortikosteroid – yang tentunya tidak bisa diberikan di luar resep dokter.

      Sayuran dan buah juga konsumsi protein yang tepat bisa membantu tubuh “menyembuhkan” dirinya sendiri.

      Suka

  18. anggun Avatar
    anggun

    maaf.., numpang tanya, pak! saya anggun umur 13 tahun
    sebelumnya saya mau cerita dulu!!

    sekitar 3 minggu yang lalu saya mengalami kecelakaan dan luka parah.., setelah diobati dengan beragam salep, salah satunya pibaksin luka saya kering., saat keluar dari rumah sakit, saya diberi obat imunos yang saya gunakan terus-menerus hingga saya mengalami alergi.

    1 minggu setelah kecelakaan, saya terkena cacar, dan berkonsultasi dg dokter. dokter menyarankan saya untuk minum acyclovir, cacar saya mulai membaik dan mengering.

    diminggu berikutnya, saya kembali mengunjungi dokter untuk check-up, saya disarankan untuk minum asthin. diminggu itu, luka saya sudah sembuh, bahkan ada yang mengelupas. tapi sebagian masih basah, sehingga ibu saya membelikan saya obat remactane tujuannya agar luga saya lekas sembuh (ini diluar resep dokter). keesokan harinya setelah minum remactane, luka saya memang mengering..
    Akan tetapi., setelah minum tablet ke-2, saya mengalami gatal disekitar luka yang berujung pada pembengkakan disekujur tubuh saya, dan yang paling terlihat, dibagian mata, kelopak mata saya bengkak hingga saya sulit membuka mata. luka saya yang sudah kering bahkan yang sudah mengelupas kembali berair dan terus menerus mengeluarkan air seperti nanah berwarna kuning namun tidak pekat.
    nampaknya saya mengalami alergi, kakak saya menyarankan untuk minum jus wortel. ini berefek positif pada kelopak mata saya yang bengkak.

    ibu saya pun menghentikan semua pemakaian obat (acyclovir, imunos, asthin, dan remactane)

    kiranya, obat apa yang bisa mengobati alergi saya ini?

    -terimakasih karena sudah membaca kiriman saya-
    🙂

    Suka

    1. Cahya Avatar

      Anggun, kasusmu mungkin agak rumit.

      Pertama luka kecelakaannya seberapa parah, jenis lukannya apa, dan perawatannya apa? Kalau luka hanya kecil, tersayat, mungkin hanya perlu disinfeksi, sedikit jahitan dan antibiotik untuk profilaksis saja. Dan saya rasa, pemberian obat bisa dihentikan dalam 1-2 minggu jika memang tidak ada keluhan lagi. Jika ada indikasi pemberian pibaksin (mucopirin), apakah ada kelainan yang lainnya?

      Saya rasa cacar dan kecelakaan tidak berhubungan secara langsung. Dan memang tepat jika diberikan acyclovir. Infeksi cacar sebenarnya termasuk self-limited, dalam artian bisa sembuh sendiri jika daya tahan membaik, namun obat antiviral yang tepat seperti acyclovir tentu akan sangat membantu. Dan jarang acyclovir menyebabkan efek pembengkakan pada seluruh tubuh, apalagi jka sampai kondisi cacar membaik.

      Kalau remactane saya tidak pernah dengar, kecuali yang dimaksudkan adalah rimactane (rimfampin) yang merupakan salah satu obat untuk infeksi tuberculosis (TB). Dan ya, golongan rimfampin memang memiliki efek samping seperti ruam, gatal hingga pembengkakan. Anggun mungkin alergi terhadap obat golongan rimfampin, coba ditanyakan pada dokter yang merawat – sehingga alergi dapat dipastikan, dan dicatat untuk bisa dihindari pada kemudian hari. Dan tentu saja jika tubuh mengalami reaksi alergi obat, luka yang belum sembuh bisa memburuk. Jika obat yang menyebabkan alergi dihentikan konsumsinya, maka reaksi alergi akan berhenti dengan sendirinya, namun tetap ada baiknya memeriksakan diri ke dokter.

      Untuk acyclovir memang bisa dihentikan jika cacarnya sudah sembuh. Untuk imunos dan asthin (untuk sistem pertahanan tubuh), bisa diganti dengan makanan bernutrisi dan bergizi, misalnya banyak konsumsi buah dan sayur. Sedangkan tubuh sendiri akan perlu cukup protein untuk membentuk kembali sel-sel yang rusak pada luka. Jadi intinya, luka tidak disembuhkan dengan obat, namun dengan menjaga pola makan yang sehat dan menjaga higienitas daerah luka sedemikian hingga tidak terinfeksi.

      Suka

  19. mirna Avatar
    mirna

    asw.
    Selamat malam…
    Saya mau tanya, anak sy umur 3thn sedang radang tenggorokan diberi antibiotik oleh dokter.
    Pada saat hari kedua setelah bangun pagi, anak sy gatal2 seperti alergi, hingga malamnya semakin banyak dan hampir kseluruh tubuhnya kemerahan.
    Apakah itu bs disebut alergi thd antibiotik?
    Dan apa yg sebaiknya sy harus lakukan?
    Terima kasih atas jawabannya dan sarannya..
    Wslm

    Suka

    1. Cahya Avatar

      Mirna,
      Ada kemungkinan itu adalah ruam karena alergi antibiotik, namun juga tidak menutup kemungkinan sesuatu kondisi sakit dengan ruam. Untuk amannya, hentikan dulu antibiotik untuk sementara waktu, dan kembali konsultasikan ke dokter untuk diperiksa dan ditentukan apakah itu alergi atau bukan. Jika memang alergi, kemungkinan antibiotik akan dihentikan seterusnya atau diganti dengan antibiotik dari jenis lain sesuai dengan perkembangan kondisi anak.
      Demikian, semoga dapat membantu.

      Suka

  20. ari retnani Avatar
    ari retnani

    maaf mo nanya ttg antibiotik …

    kmrn2 saya melakukan cabut gigi kemudian dikasih clindamycin 300mg dan grafamic 500 apakah saya bisa dikatakan alergi terhadap antibiotik tersebut?, krn kulit wajah saya terasa kasar dan anehnya jika menjelang sore saya merasa demam namun tdk ada ruam dan tdk terasa penas, seingat saya pun saya tdk megganti bedak ataupun pelembab wajah saya dan sebelumnya pun saya tdk punya riwayat alergi obat apakah cuma hanya karena cuaca yg tdk mendukung?

    terimakasih

    Suka

    1. Cahya Avatar

      Ari, saya juga mendapatkan obat serupa saat cabut gigi 🙂 – jangan khawatir, obat tersebut rerata cukup aman digunakan.

      Clindamycin adalah antibiotik yang kadang memberikan efek samping cukup sering pada saluran cerna, misalnya terasa mual atau hingga diare. Efek yang lebih parah biasanya memunculkan reaksi alergi yang lebih kuat, namun jarang pada mereka yang tidak memiliki alergi obat. Sedangkan grafamic (asam mefenamat) adalah obat antiperadangan non-steroid, sehabis cabut gigi kan muncul reaksi peradangan tubuh karena karena luka yang timbul saat cabut gigi, reaksi ini bisa berupa nyeri, demam, ataupun terasa membengkak di sekitar area gigi yang dicabut, jadi Ari wajar merasa demam – dan fungsinya obat antiinflamasi adalah mengurangi inflamasi sehingga menekan gejala-gejala tersebut pada akhirnya.

      Jika luka menyembuh dengan kemampuan tubuh sendiri, otomatis radang akan berkurang, dan badan akan merasa lebih baik lagi. Ari bisa membantu dengan konsumsi makanan yang sehat dan bervitamin tinggi, seperti sayuran dan buah-buahan :).

      Faktor cuaca mungkin memberikan kontribusi, namun jika bukan sesuatu yang ekstrem – maka saya rasa tidak perlu terlalu dikhawatirkan. Semoga lekas membaik ya.

      Suka

    2. ari retnani Avatar
      ari retnani

      wah terimakasih penjelasannya sangat membantu saya. syukur kalo gt jika tdk ada yg perlu dikhawatirkan. ^_^

      sekali lagi terimakasih atas penjelasannya.

      Suka

  21. william Avatar
    william

    Maaf, boleh nanya sedikit ttg antibiotik…

    Saya mengalami penyakit GO, waktu itu ketahuan saat donor darah di PMI sekitar bulan November 2010. Saya ingat kebelakang, bahwa saya memang pernah berhubungan badan terakhir dengan pasangan saya sekitar bulan Oktober. seminggu kemudian saya cabut gigi saya, dan mengalami infeksi. Oleh dentist saya diberi resep LINCOCIN 2X sehari 1 tablet. Saat obat kedua, kulit telinga leher dan punggung merah2 dan panas. Akhirnya saya disuruh berhenti minum antibiotik tersebut dan diganti dengan antibiotik CLYNDAMICIN.

    Infeksi gigi saya sembuh, namun seperti yang saya ceritakan diawal munculah penyakit GO yang saya ketahui hampir lebih dari sebulan saya berhubungan sex. Saya lalu minum Doxcycline 2x sehari hingga 15 hari. Saya pikir GO saya sembuhsetelah terapi antibiotik tersebut. Namun seminggi atau lebih, gejala GO muncul lagi karna saya tak mau menunggu lama, maka saya minumin CIPROFLOAXACIN hingga 3 hari (6 kaplet) dan dihari ketiga saya periksa ke dokter kelamin, oleh dokter diberi resep AKILEN (Ofloxacin) dengan dosis 2X sehari selama 3 hari & disuruh banyak minum.

    Saya lalu meminum obat tersebut dengan tambahan sehari lagi (2 kaplet-total 4 hari) dan minum Doxicycline selama 5hari (saya berpikir sebagai terapi supaya bakterinya mati).

    Dan anehnya, penyakit GO itu muncul lagi sekitar seminggu atau lebih setelah obat habis, dan langsung saya minumin lagi dengan Ofloxacin 400mg hingga pada hari kelima saya kembali ke dokter tersebut.

    Oleh dokter, saya disuruh meneruskan minum obat tsbt hingga 10 hari (sambil dimarah-marahin karna diobatin sendiri). Nah menurut anda kasus saya bagaimana, karna dokter suruh saya kembali ke dia jika saya masih belum sermbu? Lalu dokter bilang, klo masih muncul lagi maka saya disuruh tes resistensi antibiotik… Saya jadi trauma, bisa kasih saran?

    Suka

    1. Cahya Avatar

      William,
      Pertama GO tidak akan hilang jika: pengobatan tidak melibatkan pasangan (dalam hal ini istri). Jika pun William di sini melakukan pengobatan, tapi tetap berhubungan badan dengan istri, infeksi akan tetap terjadi (saling menginfeksi), dan pada saat terapi pun mesti saling abstain dalam berhubungan badan, silakan baca tulisan blogdokter tentang hal ini: http://www.blogdokter.net/2008/05/25/gonorrhea/.

      Kedua, karena terapi yang kurang tepat (self-therapy), muncul kasus-kasus di mana GO menjadi resisten/kebal terhadap antibiotika yang umum digunakan. Tentu saja kasus seperti ini akan menyulitkan terapi selanjutnya, yaitu memilih antibiotika yang tepat melalui uji resistensi antibiotik.

      Saran saya tidak akan berbeda dengan dokter, jika tidak sembuh dengan terapi saat ini (terapi sekarang jangan dihentikan, atau potensial menimbulkan resistensi antibiotik). Silakan kembali ke dokter untuk pemeriksaan resistensi antibiotik, jangan lupa usahakan beserta pasangan anda, sehingga terapi bisa dilakukan secara baik dan terkontrol.

      Suka

  22. hastanto Avatar
    hastanto

    kalo tetracycline pada pengurangan rasa sakit akibat skit gigi, kok jadnya mual ya?mang tetracycline buat sakit gigi jg bisa y?

    Suka

    1. Cahya Avatar

      hastanto,

      Maaf sebelumnya, tetracycline adalah golongan antibiotik bukan pain relief atau-pun pain killer yang dapat mengatasi rasa sakit (termasuk sakit gigi). Fungsinya untuk melawan infeksi bakteri, tidak untuk mengurangi rasa sakit.
      Memang ada efek samping mual, muntah hingga bisa menyebabkan diare dengan pengobatan tetracycline yang diminum (per oral).

      Suka

  23. meita Avatar
    meita

    bila kita memang alergi pada suatu antibiotik,disini anak saya berusia 1 th dia alergi terhadap sulfamethoxazole(sanprima syrup 60 ml.)di wajahnya agak kemerah pada pemakaian ke 4 ,saya langsung hentikan,apakah kemerahan akan hilang sesudah obat di hentikan,dan apakah antibiotik itu tidak apa2 bila saya hentikan sebelum habis,tp kondisi anaknya saya sudah tidak panas.

    Suka

    1. Cahya Avatar

      meita,

      Pemberian antibiotik tidak selalu berkorelasi dengan gejala yang timbul Bu, misalnya dalam kasus ini demam. Harus diketahui dulu alasan medis dokter saat meresepkan antibiotik. Kalau antibiotik itu profilaksis, mungkin tidak masalah dihentikan jika gejala sudah mereda, tapi jika terapeutik perlu dipertimbangan pemeriksaan kembali oleh dokter jika dicurigai terjadi alergi saat penggunaannya.

      Maksudnya, agar terapi tidak putus di tengah jalan dan agar di masa kemudian bisa dicegah pemberian antibiotik yang mungkin menimbulkan reaksi alergi. Dan perlu diperhatikan, apakah tanda kecurigaan alergi memang muncul akibat antibiotik atau ada hal lain yang mungkin memicunya.

      Jika akibat antibiotik biasanya reaksi alergi (jika bukan reaksi akut/parah) akan menghilang pasca penghentian obat. Namun agar lebih amannya, saya sarankan Ibu Meita memeriksakan kembali putra ibu ke dokter.

      – semoga informatif –

      Suka

  24. sugeng Avatar
    sugeng

    Broo Legawa, sedikit melenceng nih tapi masih ada hubungan dengan alergi. aku menderita alergi dingin (menurutku sudah akut) sudah 4 bulanan ini setiap ada respon terhadap udara dingin pasti dah tubuh ini mulai kepala, mata, bibir badan sampai kaki bentol2 seperti kena ulat bulu. masalahnya aku mengkonsumsi obat tiriz (pernah diresepka oleh seorang dokter kulit) setiap habis aku beli lagi karena kakau tidak inim 2 hari aja pasti kumat lagi gatalnya. Yang jadi pertayaan apakah berbehaya mengkonsumsi tiriz dalam jangka panjang ? 😕 . Makasih temans.

    Suka

    1. Cahya Avatar

      Mas Sugeng,

      Jika tidak salah Tiriz itu merk dagang untuk golongan obat Cetirizine HCl, sejenis antihistamin untuk terapi alergi, angioderma dan urtikaria.

      Tidak ada bahaya yang serius dengan konsumsi jangka pendek, kecuali memang obat ini bisa menyebabkan kantuk – jadi dihindari saat mengerjakan tugas yang membahayakan jika kita lalai.

      Biasanya tidak diberikan jangka panjang, karena alergi tidak selalu datang setiap saat. Konsepnya alergi pasti ada yang memicu, dan pemicu itu harus ditemukan.

      Memisahkan pemicu alergi dari pasien adalah penanggulangan alergi yang paling baik. Dan antihistamin hanya bersifat pertolongan untuk mengurangi gejala.

      Karenanya tidak banyak laporan tentang penggunaan cetirizine jangka panjang.

      Coba ditengok di Panduan Obat Alergi atau Penggunaan dan Efek Samping Antihistamin
      .-= Cahya´s last blog ..Nang Olog tak Punya yang Sukla =-.

      Suka

    2. sugeng Avatar
      sugeng

      Makasih Broo, langsung ke TKP 😆

      Suka

  25. drg.farkhanah Avatar
    drg.farkhanah

    Knapa metronidazole tidak boleh diberikan pada wanita hamil trimester pertama? apa hubungannya dgn fetus?

    Suka

    1. Cahya Avatar

      Drg. Farkhanah,

      Dulu saya rasa ada pro kontra dengan pemberian metronidazole pada wanita hamil dan menyusui. Beberapa penelitian seperti yang disampaikan oleh Drug Safety Site bahwa metronidazel bisa menyebabkan cacat lahir, walau hal sifat teratogeniknya sulit dibuktikan sebagaimana disebutkan di Oxford Journaln of Antimicrobial Chemotherapy.

      Namun pada buku DOI disebutkan bahwa metronidazole memiliki efek mutagenik (sementara juga metronidazole dapat dengan cepat melewati sawar plasenta serta diekskresikan melalui ASI), maka dikontra-indikasikan pada kehamilan trimester I, pemakaian pada trimester selanjutnya hingga masa menyusui hanya dibatasi pada penderita yang pengobatan paliatif lokalnya belum dapat mengatasi gejala. (DOI edisi 11 tahun 2008, hal. 404 tentang keterangan obat standar).

      Kira-kira demikian Bu Dokter, CMIIW.
      .-= Cahya´s last blog ..Ponsel di Pinggang dapat Melemahkan Tulang? =-.

      Suka

Tinggalkan komentar