Peringatan Sang Kematian

Terkisahlah seorang saudagar yang kaya raya, namun ia sangat takut akan kematian. Sedemikian takutnya si saudagar ini, sehingga ia memuja Dewa Maut – Yama dengan persembahan yang teratur dan seksama.

Bertahun-tahun si saudagar melakukan puja dengan tekun pada Yama, dan membuat Yama sangat senang akan perhatian dan puja yang khusus itu, namun kematian bukanlah sesuatu yang dapat dihindari, Yama hanya bisa berjanji, bahwa Ia tidak akan datang menerkam si saudagar dengan tiba-tiba, namun akan memberikan pemberitahuan terlebih dahulu, sehingga si saudagar bisa membereskan urusannya di dunia terlebih dahulu.

Hingga beratahun-tahun berselang, saudagar tersebut menemukan dirinya sebentar lagi akan menghadap pada kematian, dan di saat yang kritis tersebut, ia merasa amat marah pada Yama, dan alasannya amarahnya adalah bahwa Yama telah berbohong padanya, dan Yama adalah pembohong serta penipu.

Rupanya si saudagar itu merasa tidak pernah menerima isyarat apapun dari Yama, dan tidak juga diberitahukan bahwa ia akan segera meninggal.

Namun Yama menjawab, “Ah, itu tidak benar. Aku telah memperingatkanmu, bahkan tidak hanya sekali, namun empat kali, jauh sebelum aku kini akan melaksanakan tugasku padamu.”

Selanjutnya Yama menjelaskan, “Peringatanku yang pertama adalah rambut putihmu, namun engkau malah mengecatnya dan melupakan pemberitahuanku ini. Kemudian kubuat rambutmu rontok dan membotakkan kepalamu, tapi kamu malah menggunakan rambut palsu, dan meremehkan pemberitahuanku. Ketiga kalinya, kurontokkan semua gigimu, tapi kamu malah menggunakan gigi palsu, dan menganggap aku masih jauh. Dan terakhir, kubuat keriput semua kulit tubuhmu. Namun tidak ada satupun peringatan itu kamu pedulikan.”

Sesungguhnya, Yama telah menepati janjinya. Sama halnya tanda kehidupan yang telah diberikan pada manusia, ketika tamu-tamu Ilahi datang mengetuk pintu hati kita, kita tetap tak acuh dan menganggap hanya angin lalu.

Adaptasi dari Chinna Katha III, hal. 54.

  Copyright secured by Digiprove © 2010 Cahya Legawa

16 tanggapan untuk “Peringatan Sang Kematian”

  1. seperti kisah Nabi Ya’kub di Al Qur’an saja.,hehe., tapi di tanda2x putihx rambut stlh hitam,,, lemahx tubuh stelah kekarx.,bungkukx bdan stlah tegap,

    ya mau gmana lg kmatian pasti akn datang

    Suka

  2. Aku juga berusaha mencari tanda2 itu pada diriku. Hm …… ternyata rambutku sudah ada beberapa yang berubah warna, yang lain masih tetap seperti saat muda dulu. Terkadang aku takut lupa dengan tanda2 yang lainnya 😐
    Salam hangat serta jabat erat selalu dari Tabanan

    Suka

  3. Mas Ganda,
    Terima kasih (padahal hanya mengutip).

    Pak Jarwadi,
    Iya, mana mungkin bisa terlewatkan, itu kan gratis :). Sayang sekali jika dilewatkan.

    Mas Adi,
    Kematian itu misteri, tidak enak kalau disingkap semua, tidak ada menariknya nanti.

    Mas Pushandaka,
    Ha ha…, itu seperti PC mati pas PLN bikin byar plet ga karuan.
    Kalau sakit juga peringatan, berarti ya memang selalu diperingatkan, kapan sih tubuh manusia ndak sakit :). Tapi dokter kan tidak hadir untuk menghalangi kematian :D.

    Suka

  4. Tapi banyak juga yang dijemput tanpa peringatan. Tiba-tiba makjleb, mati.. 😛

    Kematian seharusnya memang jadi rahasia alam sajalah. Kita hidup saja yang benar, masalah kapan mati, biar alam yang menentukan. 🙂

    Atau jangan-jangan, jatuh sakit itu sebenarnya peringatan dari Dewa Maut juga mas? Tapi manusia berusaha membantahnya dengan pergi ke dokter dan berobat. Hehe!

    Suka

  5. Pak M. Musryid,
    Namun semangat masih muda dan selalu sehat kan Pak :).

    Pendarbintang,
    Tapi sekarang anak SMA pun sudah bisa ubanan lho :D.

    Pak Narno,
    Karenanya kita sebenarnya tidak perlu mengkhawatirkannya kan Pak :).

    Suka

  6. Hehehe…perbuatan jamak manusia masa kini, enggan menerima kenyataan bahwa dirinya sudah diambang jurang kematian.

    Tapi kalau tidak begitu, bukan manusia namanya 😦

    Suka

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.