Pagi ini saya berkesempatan mewakili menghadiri mahasabha (rapat besar) pasemetonan (persaudaraan) Sri Karang Buncing bertempat di Balai Budaya Gianyar. Kali ini yang diangkat sebagai topik utama adalah kepanutan akan tokoh Kebo Iwo (Kebo Mayura) yang berada pada silsilah Karang Buncing. Jika menelusuri kembali dinasti raja-raja Bali kuno, maka Kebo Iwo adalah salah satu tokoh sentral sebagai mahapatih raja Bali pada masa itu. Mahapatih Majapahit pada masa itu, Gadjah Mada, tidak dapat menaklukan Bali sebelum membunuh Kebo Iwo di tanah Jawa dengan siasatnya. Konon Kebo Iwo telah tahu bahwa dirinya akan terbunuh oleh siasat Gadjah Mada sebelum berangkat ke Majapahit, namun untuk kesetiaan pada rajanya, dia tetap berangkat.
Pasca kematian sang mahapatih, kerjaan Bali jatuh dengan serangan dari Majapahit dan menjadi akhir dari dinasti raja-raja Bali kuno – beralih dalam dinasti-dinasti yang berada di bawah pemerintahan Majapahit. Jika saya tidak salah, di sini juga munculnya sistem kasta di Bali, untuk menyisihkan antara penguasa dan mereka yang ditaklukan.
Tentu saja, ada banyak versi tentang sejarah lama yang diturunkan melalui cerita-cerita rakyat. Ini sangat klasik, antara apa sejarah sebenarnya dan siapa yang menulis sejarah. Menelusuri kisah-kisah dinasti raja-raja Bali kuno, mungkin sama peliknya seperti ketika saya membaca buku sejarah oral “Dalih Pembunuhan Massal: Gerakan 30 September dan Kudeta Seoharto” yang juga menghasilkan sebuah masa kelam dan berdarah di Pulau Bali.
Silsilah Karang Buncing cukup rumit dan terselubung, karena selama beratus tahun banyak yang menyembunyikan identitasnya dari para penguasa dinasti Majapahit. Mahasabha kali ini dihadiri oleh pelbagai utusan persaudaraan dari seluruh Bali, dan melihat kembali nilai-nilai positif dari masa lalu untuk dapat diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat saat ini.
Karena tidak banyak yang dapat saya ceritakan, dan cerita lebih banyak mungkin akan didapatkan dari media cetak atau daring lainnya. Maka, cukup saya sertakan beberapa foto yang saya ambil pagi ini saja.
Nah, inilah cerita hari ini.
12 tanggapan untuk “Menghadiri Mahasabha Pasemetonan Sri Karang Buncing”
Kalau ada waktu, saya sebenarnya suka dengan sejarah kerajaan seperti ini, khususnya yang berkaitan dengan Majapahit, Hindu dan Bali.
Cuma, dari beberapa tulisan yang saya baca di internet, sepertinya sebagian mencoba membuai pembaca dengan kebangkitan Hindu di Indonesia. Entahlah, mungkin sumber bacaan saya yang memang tidak berkualitas.
SukaSuka
Saya khawatir, kalau pembicaraan seperti yang Bli sampaikan itu selalu berkembang, bisa-bisa semua orang nanti minta di-abhiseka, wah susah dong. Jika menghadirkan kembali kebijakan masa lalu, maka saya rasa akan menarik, namun kalau hanya menonjolkan chauvinism semata, maka saya malas menanggapi.
SukaSuka
udah lama banget engga dengar kebo iwo 😀
SukaSuka
Mas Rangga mungkin pernah hidup semasa :D.
SukaSuka
Saya suka juga membaca sejarah. Mantap ceritanya bli. Salam.
SukaSuka
Saya tidak begitu suka, kecuali dibuat dalam narasi yang apik, kalau tuturnya tidak bagus kadang sulit dicerna.
SukaSuka
Mas Cahya termasuk dalam garis keturunan yang sama?
SukaSuka
Pak Aldie, kalau saya sih sudah campuran Pak :).
SukaSuka
Saya kira bukan sebuah masalah Mas, toh pada akhirnya kita semua akan bercampur antara satu dengan yang lainnya.
SukaSuka
Wah..kalo soal sejarah saya nyerah mas, wkwkwk…
Sejarah saya ancur2an, jadi gak ada yang saya ingat 😀
Paling mentok cuma nama Kerajaannya doang, sisanya ludes 😀
SukaSuka
Dalam cerita lain saya pernah membaca Kebo Manyura, mungkin orang yang sama dari Kebo Iwo atau Kebo Mayura, hehe
SukaSuka
Mungkin dalam sandiwara radio tempo dulu atau sejenisnya Pak :).
SukaSuka