Saya melihat masih ada orang-orang yang belum memahami stunting dengan baik, atau kadang menyamakan stunting dengan kerdil. Karena mungkin memang stunting sampai saat ini – setahu saya – belum mendapatkan padanan kata yang tepat dalam bahasa Indonesia.
Stunting merupakan suatu kondisi gagal tumbuh secara linier pada anak balita yang diakibatkan oleh kekurangan gizi kronis 1.
Bisa dikatakan stunting sebagai suatu sindrom, karena banyak perubahan yang didapati, yang dihubungkan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas. Menurunnya kapasitas/ukuran fisik, sistem saraf (yang berpotensi menurunkan produktivitas) dan potensi penurunan daya saing ekonomi, serta adanya peningkatan risiko penyakit metabolis pada usia dewasa 2.

Stunting adalah proses siklus, karena wanita yang mengalami stunting pada masa kanak-kanak cenderung memiliki keturunan yang juga stunting, menciptakan siklus kemiskinan antar generasi dan mengurangi kapita manusia yang sulit untuk dihancurkan 2.
Salah satu metode dalam upaya mengurangi stunting yang bisa kita temukan di sekitar kita adalah PMT (pemberian makanan tambahan), dan upaya ini bisa mengurangi jumlah stunting di masyarakat 3.
Dalam hal pencegahan yang lebih kompleks, surveilans gizi sangat memegang peranan penting dalam memutus siklus stunting di masyarakat. Baik surveilans pada balita, ibu hamil, maupun usia lainnya (termasuk usia sekolah dan masa sebelum menikah) 4.
Kewaspadaan perlu selalu dibina dalam masyarakat, baik oleh tenaga kesehatan maupun oleh kader kesehatan. Termasuk temuan jika adanya berat lahir kurang yang menjadi salah satu prediksi utama terkait dengan stunting pada anak-anak 5. Kondisi seperti ini selayaknya mendapatkan perhatian yang tidak terputus dalam mengantarkan anak ke arah tumbuh kembang yang lebih baik.
Pada area dengan kondisi pangan yang berkecukupan, kewaspadaan juga tidak boleh disingkirkan dari memantau pola nutrisi/asupan yang kurang sehat. Wilayah penghasil pangan juga berpotensi mengalami munculnya anak-anak dengan stunting akibat asupan nutrisi yang tidak seimbang 6. Meskipun orang tua berada dalam rumah tangga yang berkecukupan, bukan berarti mereka bisa tidak mengacuhkan pola nutrisi anak-anak mereka.
Berbicara tentang stunting tidak akan habisnya, setidaknya ada sejumlah faktor risiko yang bisa kita jadikan acuan di mana faktor-faktor ini bisa menyumbangkan risiko stunting di Indonesia 7. Dari pihak ibu misalnya: status gizi, jarak antar kehamilan yang pendek, hamil usia muda/remaja; dan dari sisi bayi misalnya kelahiran belum cukup umur kehamilan (prematur), nutrisi pada masa bayi/balita, dan faktor lingkungan (umumnya terkait dengan akses terhadap gizi dan potensi penyakit infeksi atau gangguan kesehatan lainnya). Penelitian lain juga menyebutkan bahwa bagaimana pendidikan, sistem pangan dan agrikultur, serta sanitasi juga berpengaruh terhadap stunting 8.
Saya tertarik kembali menulis tentang stunting karena melihat cuplikan debat para calon gubernur Sumatra Utara mengenai topik ini. Mengingat prevalensi stunting di daerah ini juga selayaknya mendapatkan perhatian9, maka bagi para calon pemangku kebijakan, seharusnya lebih memahami ini demi kesehatan masyarakat yang lebih baik.
Daftar Bacaan:
- Penangan Stunting Terpadu. ↩
- Prendergast, A. J., & Humphrey, J. H. (2014). The stunting syndrome in developing countries. Paediatrics and international child health, 34(4), 250-265. ↩ ↩
- Jiang, N., & Vaithianathan, R. (2016). Childhood Stunting, Wasting and Obesity in Indonesia: Evidence from the Indonesian Family Life Survey. Value in Health, 19(7), A881. ↩
- Penurunan Masalah Balita Stunting. ↩
- Aryastami, N. K., Shankar, A., Kusumawardani, N., Besral, B., Jahari, A. B., & Achadi, E. (2017). Low birth weight was the most dominant predictor associated with stunting among children aged 12–23 months in Indonesia. BMC Nutrition, 3(1), 16. ↩
- Purwestri, R. C., Barati, Z., Wirawan, N. N., Fahmi, I., Lauvai, J., & Scherbaum, V. (2018). What explains stunting among children living in a rice surplus area in Central Java, Indonesia?. In Diversity and change in food wellbeing: Cases from Southeast Asia and Nepal (pp. 21-52). Wageningen Academic Publishers. ↩
- Andriyanto, A., Ibnu, F., & Hidayati, R. N. (2017). Risk Factors That Cause Stunting in Indonesia. INTERNATIONAL JOURNAL OF NURSING AND MIDWIFERY SCIENCE (IJNMS), 1(1), 46-48. ↩
- Beal, T., Tumilowicz, A., Sutrisna, A., Izwardy, D., & Neufeld, L. M. (2018). A review of child stunting determinants in Indonesia. Maternal & child nutrition, e12617. ↩
- Lestari, S., Fujiati, I. I., Keumalasari, D., & Daulay, M. (2018, March). The prevalence and risk factors of stunting among primary school children in North Sumatera, Indonesia. In IOP Conference Series: Earth and Environmental Science (Vol. 125, No. 1, p. 012219). IOP Publishing. ↩
Tinggalkan Balasan