Pelayanan dokter pada jenjang kuratif akan sering melakukan pengobatan atau peresepan obat kepada pasiennya. Peresepan obat oleh dokter didasarkan kepada kaidah peresepan obat secara rasional 1 berdasarkan hasil kajian klinis terhadap kebutuhan terapi pasien. Oleh karena peresepan memang tidak mudah, maka sejumlah kaidah yang dikembangkan untuk menghasilkan peresepan yang lebih baik dalam pembelajaran yang terus-menerus 2.
Pedoman paling umum bagi para dokter saat ini adalah pedoman peresepan yang baik, keluaran Badan Kesehatan Dunia pada tahun 1994 3. Pedoman ini sendiri masih tersedia di situs resmi WHO untuk diunduh.
Salah satu upaya dalam perbaikan mekanisme penulisan resep adalah upaya migrasi dari peresepan tradisional dengan tulisan tangan dokter nan indah ke arah peresepan secara elektronik atau dalam bahasa kerennya disebut sebagai e-prescribing.
Menggunakan peresepan elektronik/digital mampu meningkatkan mutu keselamatan pasien, kendali biaya, dan menghadirkan proses peresepan yang lebih efisien 4 5. Salah satu keuntungan peresepan elektronik adalah mampu melakukan telaah interaksi obat dengan lebih efisien, belum lagi ketika melakukan rekonsiliasi obat oleh tenaga kefarmasian.
Mengapa hal ini penting? Karena salah satu komplikasi serius dalam pengobatan oleh dokter adalah efek obat yang tidak dikehendaki (adverse drug events / ADE) yang memengaruhi banyak pasien setiap tahunnya, dan salah satu komponen ADE yang bisa ditelaah awal atau diprediksi adalah interaksi antar obat (drug-drug interactions / DDI) 6. Apalagi jika berhadapan dengan pelayanan pasien lansia di mana terdapat potensi polifarmasi dan berpotensi meningkatkan kemungkinan DDI 7. Adanya sistem peresepan elektronik yang dilengkapi dengan kemampuan menurunkan potensi ini.
Sejumlah perangkat lunak komersial tersedia digunakan untuk melakukan telaah interaksi obat dalam praktik keseharian 8. Walaupun pada kenyataannya di Indonesia, kita belum melihat praktik pemanfaatan perangkat lunak sejenis ini secara luas.
Pertama-tama, mungkin karena penggunaan rekam kesehatan elektronik (electronic health record / EHR) belum populer. Atau mungkin belum banyak sistem informasi (mis. SIRS, SIK, PCare, dan sebagainya) yang menanamkan fungsi ini pada pelayanan farmasi mereka.
Pun demikian, seorang dokter selayaknya dapat mempertimbangkan bantuan pemeriksaan interaksi obat dengan apa yang dapat dimanfaatkan, apalagi dokter tidak selalu dalam bertugas atau melakukan pengobatan didampingi oleh seorang apoteker atau ahli farmasi.
Saat ini ada sejumlah metode yang bisa dimanfaatkan oleh para dokter dalam melakukan telaah interaksi obat dalam praktik kesehariannya. Misalnya menggunakan fasilitas ‘Internet of Things’ 9 yang populer saat ini, salah satunya melalui ponsel cerdas.
Ponsel cerdas dapat dan populer dimanfaatkan oleh dokter untuk tiga hal yang disebut sebagai DoReADI (Dosage recommendation, drug adverse Reaction, And Drug Interaction) dalam membantu peresepan obat 10. Dan walau tidak semua, sejumlah aplikasi ponsel cerdas menunjukkan kemampuan prediksi interaksi antar obat yang akurat, berkualitas tinggi dan komprehensif 11.
Sedemikian hingga, walaupun telaah potensi interaksi antar obat bukan semata-mata kewajiban dokter, namun ketika dokter berada dalam situasi di mana bantuan ahli farmasi/apoteker tidak tersedia dalam praktik keseharian, maka penggunaan media/aplikasi di ponsel cerdas dapat bermanfaat. Tentunya, aplikasi yang dipilih dipertimbangkan keakuratan dan fungsinya dalam mendukung proses ini, sedemikian hingga dapat menunjang keselamatan pasien.
- Simatupang, A. (2010). Pedoman WHO tentang Penulisan Resep yang Baik sebagai Bagian Penggunaan Obat yang Rasional. Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia, 7-8. ↩
- Aronson, J. K. (2006). A prescription for better prescribing. British journal of clinical pharmacology, 61(5), 487-491. ↩
- De Vries, T. P. G., Henning, R. H., Hogerzeil, H. V., Fresle, D. A., Policy, M., & World Health Organization. (1994). Guide to good prescribing: a practical manual. ↩
- Porterfield, A., Engelbert, K., & Coustasse, A. (2014). Electronic prescribing: improving the efficiency and accuracy of prescribing in the ambulatory care setting. Perspectives in Health Information Management, 11(Spring). ↩
- Forrester, S. H., Hepp, Z., Roth, J. A., Wirtz, H. S., & Devine, E. B. (2014). Cost-effectiveness of a computerized provider order entry system in improving medication safety ambulatory care. Value in Health, 17(4), 340-349. ↩
- Makiani, M. J., Nasiripour, S., Hosseini, M., & Mahbubi, A. (2017). Drug-drug interactions: The importance of medication reconciliation. Journal of research in pharmacy practice, 6(1), 61. ↩
- Salwe, K. J., Kalyansundaram, D., & Bahurupi, Y. (2016). A study on polypharmacy and potential drug-drug interactions among elderly patients admitted in department of medicine of a tertiary care hospital in Puducherry. Journal of clinical and diagnostic research: JCDR, 10(2), FC06. ↩
- Roblek, T., Vaupotic, T., Mrhar, A., & Lainscak, M. (2015). Drug-drug interaction software in clinical practice: a systematic review. European journal of clinical pharmacology, 71(2), 131-142. ↩
- Jara, A. J., Alcolea, A. F., Zamora, M. A., Skarmeta, A. G., & Alsaedy, M. (2010, November). Drugs interaction checker based on IoT. In Internet of Things (IOT), 2010 (pp. 1-8). IEEE. ↩
- Apidi, N. A., Murugiah, M. K., Muthuveloo, R., Soh, Y. C., Caruso, V., Patel, R., & Ming, L. C. (2017). Mobile medical applications for dosage recommendation, drug adverse reaction, and drug interaction: review and comparison. Therapeutic Innovation & Regulatory Science, 51(4), 480-485. ↩
- Kim, B. Y., Sharafoddini, A., Tran, N., Wen, E. Y., & Lee, J. (2018). Consumer Mobile Apps for Potential Drug-Drug Interaction Check: Systematic Review and Content Analysis Using the Mobile App Rating Scale (MARS). JMIR mHealth and uHealth, 6(3). ↩
Tinggalkan Balasan