Bhyllabus l'énigme

A Cahya Legawa's Les pèlerins au-dessus des nuages


Pro Kontra Kampanye Kondom

Para aktivis yang menyebarkan gerakan pencegahan penyebaran HIV sering menggunakan kampanye kondom sebagai salah satu medianya. Salah satu praktek yang umum adalah membagikan kondom gratis ketika peringatan hari AIDS sedunia.

Secara mendasar saya sendiri setuju dengan ide kampanye kondom ini. Kampanye seperti ini mengingatkan betapa pentingnya pelindung ketika berhubungan seks guna mengurangi risiko penularan HIV. Saya rasa simpul ketidaksetujuan muncul ketika seolah-olah komunikasi dalam kampanye ini memberikan lampu hijau pada aktivitas seks bebas di dalam masyarakat.

Saya rasa tidak demikian, membagikan kondom bukan berarti memberikan kesempatan seseorang melakukan seks bebas. Kalau saya tanya sendiri, jika Anda menerima kondom gratis saat kampanye kondom, apakah Anda akan menggunakannya untuk seks bebas? Saya rasa tidak jika Anda tidak memiliki kebiasaan itu. Tapi jika Anda memiliki kebiasaan melakukan seks bebas, ya itu bisa jadi.

Dalam kampanye pencegahan HIV, kampanye anti seks bebas juga dilakukan bukan? Karena memang itu adalah cara yang secara relatif lebih efektif dibandingkan penggunaan kondom. Tapi kadang ini tidak cukup – itulah poinnya dalam kampanye kondom.

Saya ibaratkan begini, Anda memiliki mobil, Anda pun memasang alarm anti maling pada mobil anda, untuk mencegah terjadinya pencurian. Lalu mengapa tidak mendidik masyarakat saja agar tidak mencuri atau menjadi pencuri, bukankah itu lebih baik? Ya, memang masyarakat yang sadar akan tidak mencuri itu adalah sebuah kebaikan bagi kita semua. Tapi toh ternyata ada pencurian bukan, sehingga kita perlu melakukan pengaman.

Nah demikian juga ada bagian dari masyarakat yang memang terbiasa dengan pergaulan bebas dengan seks bebas di dalamnya. Dan kelompok inilah target dari kampanye kondom tersebut. Tentu saja bukan berarti kampanye kondom adalah pengganti dari kampanye menghindari seks bebas yang persuasif.

Karena penyebaran HIV adalah masalah nyata di masyarakat, demikian juga dengan perilaku seks bebas.

Bahkan ketika kampanye menghindari perilaku seks bebas telah ada di masyarakat, dikuatkan dengan pelbagai upaya lainnya untuk tujuan serupa. Entah mengapa, menurut saya itu pun tidak menjamin bahwa perilaku seks bebas akan terhapus – sesuatu yang ada di masyarakat sejak dulu dan tidak ada solusi nyata hingga kini untuk menghapus sepenuhnya.

Mungkin hal ini karena kesadaran individu sendiri yang menentukan karakter dan perilakunya dalam keseharian. Nasihat dan tekanan sering kali akan gagal tanpa adanya kesadaran. Dan ketika itu tidak berhasil, saya rasa kita memerlukan metode lainnya.

Ada juga bagian lain yang sering kali terlupakan. Bahwa dengan menolak kampanye kondom, kita telah melakukan diskriminasi pada penderita HIV/AIDS. Ingat perlindungan bukan hanya untuk yang belum terinfeksi HIV tapi juga pada mereka yang telah terinfeksi HIV agar bisa mengurangi risiko penularan pada pasangannya yang belum terinfeksi.

Penderita HIV juga memiliki hak asasi dalam kebutuhan seksual mereka, ketika kampanye kondom ditolak, berarti kita juga turut melarang mereka berhubungan tanpa pengaman. Bukankah prinsip kampanye kondom bukan untuk melegalkan seks bebas namun mengingatkan pentingnya perlindungan ketika berhubungan seksual guna mengurangi risiko penularan HIV. Ketika kita menolak kampanye kondom, kita telah melakukan diskriminasi pada para penderita ini.

Bahkan pada sesama penderita HIV pun ketika berhubungan seksual pengamanan kondom tetap disarankan.

Saya kadang ingin bertanya pada mereka yang menolak kampanye kondom, saya hendak mempertanyakan. Apakah mereka pernah berpikir atau merenung hingga sejauh ini? Apakah mereka pernah menyentuh seberapa jauh empati bisa diberikan pada nurani mereka yang menderita HIV?

Rasanya tidak ada orang yang ingin terkena HIV, kadang mereka tidak selalu terinfeksi dari seks bebas atau penggunaan jarum suntik untuk narkoba, namun mereka tiba-tiba tahu terinfeksi HIV. Mereka pastinya berharap sebisa mungkin tetap bisa hidup sewajarnya, termasuk dalam hubungan suami-istri. Dan kini salah satu hal yang bisa menolong mereka untuk itu sedang dikampanyekan, dan ada sekelompok orang yang mengutuk kampanye itu, kampanye yang memberikan harapan untuk hidup sewajarnya pada mereka dengan HIV/AIDS – dan dapatkah kita merasakan pada yang para penderita ini rasakan jika melihat “pengutukan” itu? Pun para penderita ini terinfeksi melalui seks bebas dan penggunaan narkoba, apakah itu membuat mereka berhenti menjadi manusia, sehingga kita berhak mendiskriminasikan mereka?

Saya hanya ingin mengajak sahabat sekalian melihat kembali pro dan kontra ini dari sudut pandang yang berbeda, dari sisi yang mengedepankan kemanusiaan dan hak asasi manusia. Saya tidak memiliki jawaban untuk masalah pro dan kontra kampanye kondom ini, saya sendiri cenderung mendukung kampanye ini, kecuali saya memiliki solusi nyata untuk menghapuskan perilaku seks bebas dari muka bumi dan menyembuhkan semua penderita HIV/AIDS serta memusnahkan virusnya dari muka bumi juga, mungkin saya akan berada pada pihak kontra. Walau agak hiperbola, namun saya hanya ingin menjadi realistis.

Tapi pendapat yang menyatakan bahwa kondom tidak bisa mencegah penularan HIV 100% adalah benar, karena itulah disebutkan mengurangi risiko penularan. Saya tidak tahu, mungkin teknik komunikasi kampanye kondom kurang begitu baik, sehingga menimbulkan persepsi melegalkan seks bebas, apalagi saya kurang begitu memperhatikan kampanye yang ada saat ini.

Kampanye Kondom Afrika Selatan

Gambar di atas adalah cuplikan dari kampanye kondom di Afrika Selatan guna memerangi penyebaran HIV. Seluruh dunia menghadapi masalah HIV saat ini. Kondom dinilai sebagai salah satu solusi nyata dalam memerangi penyebaran infeksi HIV. Dan bukan berarti jalan-jalan lain yang bersifat persuasif, regulatif pun edukatif ditinggalkan.

  Copyright secured by Digiprove © 2010 Cahya Legawa



5 tanggapan untuk “Pro Kontra Kampanye Kondom”

  1. Saya termasuk pro. Bagi saya lebih baik kita realistis saja bahwa promiskuitas berlangsung pada beberapa kalangan. Yang tidak disadari oeh kaum puritan adalah penularan PMS secara "tradisional" juga bisa menggapai mereka. Ibarat baju selalu bersih tapi di jalan raya kan bisa kecipratan mobil. 🙂

    Saya pernah beropini di sini (http://blogombal.org/2007/11/11/kampanye-kondom-nasional/) dan nyentil soal alat uji kehamilan di sini (http://blogombal.org/2008/04/15/tes-kehamilan-untuk-siapa/).

    Maaf dengan pelampiran tautan, maksud saya supaya tak perlu menyesaki kotak komen ini dengan hal yang sama dengan artikel saya. 🙂

    Suka

  2. Agung Pushandaka Avatar
    Agung Pushandaka

    Ya, saya mengerti pro kontra kampanye kondom ini. Keduanya sama-sama bagus, tapi targetnya harus dibedakan.

    Kampanye kondom dilakukan kepada mereka yang sudah berusia dewasa. Misalnya dilakukan dengan iklan layanan masyarakat di majalah dewasa, mendatangi klub malam, pub atau diskotik, dsb. Sementara kampanye anti seks bebas dilakukan kepada remaja yang beranjak dewasa, seperti pelajar di sekolah.

    Suka

  3. untuk hal2 yg sensitif mesti dipromosikan kepada sasaran audience, waktu dan tempat yg tepat.

    Suka

  4. @Iskandaria

    Yeah… terserah saja dah. Mau dibilang pikiran dangkal atau goblok sekalipun, aku masih berfikiran begitu… bahwa membagi-bagikan kondom pada kampanye anti HIV/AIDS adalah suatu cara terselubung para penjahat agama manapun (kecuali agamanya memang melegalkan) untuk melegalkan free sex.

    Aku takut… suatu saat bangsa ini akan mengalami seperti apa yang terjadi dengan Sodom dan Gommorah.

    Suka

  5. Itulah kalau belum apa-apa sudah langsung curiga dan menilai negatif. Logika berpikirnya terlalu dangkal. Penggunaan kondom dinilai bisa memacu seks bebas. Padahal itu cuma kekhawatiran yang kurang beralasan.

    Mungkin tidak banyak yang punya pandangan sejauh seperti yang mas Cahya tulis di atas. Yang menolak kampanye penggunaan kondom nggak mikir bahwa tujuan utamanya ialah untuk menyelamatkan para pelaku seks bebas itu sendiri dari kemungkinan terinfeksi HIV.

    Yang dipikirkan cuma potensi terjadinya seks bebas oleh mereka yang belum melakukan atau semakin mendorong yang sudah melakukan untuk terus melakukan.

    Kalau itu mah masalahnya lain lagi kali ya.

    Suka

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

About Me

Hello, I’m a general physician by day and a fiction and blog writer by night. I love fantasy and adventure stories with a cup of tea. Whether it’s exploring magical worlds, solving mysteries, or fighting evil forces, I enjoy immersing myself in the power of imagination.

I also like to share my thoughts and opinions on various topics on my blog, where I hope to connect with like-minded readers and writers. If you’re looking for a friendly and creative person to chat with, feel free to message me.

Buletin

%d blogger menyukai ini: