Cukup lama bagi saya untuk memilih judul tulisan ini, bahkan mungkin lebih lama waktu yang saya perlukan untuk memilih judul daripada mengungkapkan apa yang saya pikirkan ke dalam tulisan. Saya belum ingin menimbulkan perang dunia kedelapan dengan menempatkan judul yang terlalu memancing, seperti “Keperawanan, Penting Ga Sih?” atau sejenisnya. Mengapa saya menulis hal ini, yang pasti tidak berkaitan dengan White Day saat tulisan ini terjadwal untuk diterbitkan.
Tidak bisa dipungkiri isu ini ada di mana-mana di sekitar tempat tinggal kita. Mungkin sudah ada sejak dulu, cuma kini isu semakin tidak malu-malu lagi untuk tampil di muka publik – tidak seperti saat-saat dulu.
Interagency statement calls for the elimination of “virginity-testing”
“Health professionals can be great agents for change. With support from health systems and governments, they can recognise that “virginity testing” has no medical or clinical bases, refuse to carry out the harmful practice, and educate the public about this.
Salah seorang barablog yang sering melancong ke blog ini pernah, Bli Wira, pernah menulis “Hamil Sebelum Menikah”, dan tulisan sejenis banyak sekali jika kita mencoba menemukan dengan mesin telusur di internet saat ini. Demikian juga dengan kasus-kasus pemerkosaan yang bahkan ada NGO melansir angka kejadiannya di Indonesia mencapai satu kasus setiap dua harinya – ya tentu kasus-kasus ini adalah yang tercatat (yang tidak, Anda bisa bayangkan sendiri).
Walau isu-isu seperti itu mungkin tidak berkaitan langsung dengan judul yang saya kedepankan, namun satu dua-nya masih memiliki benang merah. Keperawanan adalah isu yang sangat sensitif, bahkan saking sensitifnya bersiap-siaplah Anda mendapatkan satu gamparan telak jika Anda menanyakan hal itu pada seorang teman.
Selain sensitif, isu ini juga kompleks oleh karena ada banyak hal yang saling tarik ulur terlibat di dalamnya, norma agama dan kesusilaan bagi mereka yang belum resmi berpasangan, faktor kesehatan, faktor dorongan ego, dan sebagainya. Di negara tetangga pernah diadakan survei, 15.000 remaja diwawancarai, hanya 13% dari mereka yang menyatakan akan melakukan ikrar keperawanan (virginity plegde), setahun kemudian 53% –nya berkata, “ikrar apa?”
Di sisi lain, sepertiganya berkata bahwa mereka pernah melakukan hubungan seksual, setahun kemudian 10,5% dari anak-anak ini mengatakan diri mereka masih perawan. *)
Kadang kita bisa melihat atau mendengar, ada seseorang yang marah habis-habisan pada kekasihnya karena mendengar rumor bahwa sang kekasih sudah tidak lagi perawan. Tentu saja kekasihnya menyangkal, tapi ia tak bisa membuktikan apa-apa. Ini bisa membuat kedua pihak depresi berat.
Kadang saya bertanya, apa yang bisa dibuktikan? Ada metode memang untuk menilai ada tidaknya kekerasan seksual, namun tes keperawanan – tunggu dulu! Saya belum pernah dengar ada dokter yang bisa melakukan tes keperawanan, apa Anda pernah dengar?
Baik pada laki-laki atau pun perempuan, its nearly impossible. Kalau laki-laki oke-lah, tidak akan sesering wanita yang menjadi dalam catatan sejarah menjadi “korban” tes keperawanan. Mari kita lihat secara sederhana.
Sejak zaman dulu, salah satu metode yang paling klasik digunakan adalah melihatnya himen (selaput dara) yang utuh adalah tanda keperawanan. Dapatkah itu masih digunakan sekarang?
- Jika himen masih ada (utuh), itu mungkin tanda – tapi bukan jaminan – keperawanan, karena tidak semua jenis himen akan robek oleh aktivitas seksual. Ada himen yang sangat elestis, bahkan dalam beberapa kali aktivitas-pun akan masih tetap utuh. Atau pernahkah Anda mendengar hymenorrhaphy – sebuah prosedur operasi untuk mengembalikan himen? Demikian juga sebaliknya, himen bisa robek atau tidak ada lagi oleh hal-hal lain selain aktivitas seksual.
- Jika himen tidak utuh, robek atau sebagainya, itu mungkin menjadi tanda bahwa vagina sudah terpenetrasi – tapi apakah karena aktivitas seksual? Belum tentu, penggunaan tampon, aktivitas berat dapat merobek himen yang rapuh. Banyak perempuan yang memiliki himen sangat tipis, rapuh, mudah teregang atau bahkan sudah terobek semenjak lahir. Himen dapat robek, atau semata menghilang, pada masa kanak-kanak, bahkan tanpa perempuan itu sendiri menyadarinya. Atau mungkin himen robek karena prosedur operasi medis seperti pada hymenotomy jika ditemukan kondisi imperforate hymen.
Jadi janganlah Anda datang ke dokter dan meminta pemeriksaan untuk membuktikan bahwa pasangan yang akan Anda nikahi masih perawan secara medis. Karena jelas sekali, selain tidak ada garansi bahwa keperawanan dapat dibuktikan, tes ini justru akan berdampak sangat negatif bagi yang menjalaninya. Katakanlah jika Anda seorang perempuan (di luar fakta apakah Anda perawan atau tidak) dipaksa untuk menjalani pemeriksaan seperti ini, apakah tidak akan trauma psikologis?
Tes keperawanan juga melanggar hak asasi kemanusiaan, menurut Amnesty International tes keperawanan merupakan bentuk kekerasan terhadap perempuan. Tentu tidak akan pihak medis yang akan mau melakukan hal yang tidak bisa dibuktikan benar tidaknya, melanggar hak asasi, apalagi dengan memaksa pasiennya.
Nah, sekarang bagi Anda – yang memiliki pasangan. Setelah mengetahui tidak ada cara mengetahui bahwa pasangan Anda seorang perawan atau bukan – kecuali dengan pengakuannya sendiri. Apa masih berpikir untuk mempersoalkannya?
Keperawanan mungkin seperti perasaan manusia yang disebut cinta. Kita tak pernah tahu apakah pasangan kita benar-benar cinta atau tidak, kita hanya bisa menjaga perasaan itu dalam sebentuk kepercayaan. Kita bisa cukup percaya bahwa cinta itu terbukti ada di antara pasangan, namun kepercayaan tidak pernah bisa menjadi bukti yang nyata, tapi bisa cukup menjadi lebih kuat dari bukti yang nyata itu sendiri.
Ketika Anda merasa hati anda memilih seorang pasangan, apakah hati Anda membebani dengan draft sertifikasi keperawanan yang harus terpenuhi? Jika iya, apa bedanya Anda dengan orang yang berteriak, jika kamu cinta berikanlah keperawananmu padaku!
Kehidupan penuh misteri, tidak tahu apa yang mungkin kejutan yang dihantarkan ke depan pintu waktu anda. Jika Anda bertemu dengan hal-hal yang Anda dambakan, Anda patut bersyukur, namun jika Anda berjodoh dengan hal-hal yang bahkan lebih menyakitkan dari mimpi terburuk Anda, tetaplah berjalan – karena demikianlah kehidupan.
Keperawanan mungkin tidak bisa diuji atau dibuktikan. Namun menjaga keperawanan hingga tiba di pelaminan bukan berarti tidak mungkin. Karena mungkin itu bisa menjadi kejutan terindah yang bisa Anda hantarkan ke pintu waktu pasangan hidup anda. Saya bisa menuliskan beberapa tips untuk itu, namun perlu diingat, bahwa tips ini belum tentu sesuai dengan semua orang. Jika Anda merasa tips ini tidak sesuai, janganlah diikuti. **)
- Belajar menghargai diri anda dan tubuh anda. Sebagaimana Anda tidak ingin berbagi barang pribadi anda dengan orang lain, demikian juga dengan tubuh anda.
- Hadiri pesta dan perjamuan. Adalah hal yang baik untuk bersosialisasi jika Anda menyukainya, jangan membatasi diri untuk bergaul karena ada beberapa hal positif yang mungkin Anda peroleh. Namun jika Anda melihat (beberapa) pasangan yang mulai menuju ke kamar tidur, itu adalah waktunya Anda untuk kembali pulang. Jika Anda ke sana bersama seseorang, atau bertemu seseorang di sana, jelaskan pada mereka bahwa Anda ingin tetap aman hingga pernikahan. Tidak ada hal lain yang perlu dijelaskan.
- Hormati diri anda, dan orang lain akan menghormati Anda. Jika ada orang yang menertawakan atau mengolok-olok Anda, acuhkan – balik badan dan tinggalkan mereka.
- Tetap bertemu dan berkencan. Jangan putus asa, demikian juga jangan putus asa untuk merasa perlu tetap sendiri. Ciuman selamat malam yang romantis, sebuah pelukan, atau sekadar berpegangan tangan dengan orang yang menjadi kekasih anda dan Anda sayangi serta bahagia bersamanya adalah hal yang cukup pantas.
- Orang bisa berterus terang dan tampak jujur (blak-blakan) tentang kehidupan seksual yang pernah mereka alami. Namun untuk disadari bahwa tidak semua orang yang seperti ini dapat dipercaya begitu saja.
- Ketika Anda memutuskan untuk tetap perawan hingga menikah, bukan berarti di luar sana tidak ada lawan jenis yang juga memiliki komitmen sama yang ternyata sangat cocok dengan Anda.
- Jangan berada hanya berdua saja dengan lawan jenis di tempat-tempat di mana sangat mudah melakukan hubungan seks secara privat. Seperti ruang tidur, rumah yang kosong, di dalam mobil di area yang terpencil.
- Belajarlah dengan baik merencanakan kencan di area publik terbuka.
- Jangan “melangkah” lebih jauh dari “area” aktivitas yang belum pernah Anda coba saat berkencan.
- Mengetahui bahwa Anda masih perawan membantu Anda mencegah banyak efek stres daripada sebaliknya.
- Bawalah sesuatu yang bisa mengingatkan seketika bahwa mengapa Anda memutuskan untuk tetap perawan hingga pernikahan tiba. Semisal sebuah cincin perjanjian, atau foto kakek Anda yang galak di dalam sebuah liontin.
Choosing to remain a virgin, until marriage, is a personal decision for either sex. Once you have come to a well thought out decision, do not waver from it nor allow anyone to talk you out of it.
Karena saking kompleks-nya, banyak pandangan yang tidak bisa saya wakilkan di sini. Namun menurut saya pribadi, adalah penting bagi orang untuk tetap menjadi perawan hingga tibanya waktu pernikahan dengan seseorang yang “The one and only”, namun tidak sebaliknya memburu dan mempertanyakan status keperawanan orang lain.
Lalu bagaimana pendapat Anda?
- Dikutip dari: Teen Virginity Pledges: Can They Work?
** Dikutip dari: How to Stay A Virgin?
Tinggalkan Balasan