Jika saya mendengarkan dua kata, “tulip” dan “kincir”, maka saya pun mendapati di mana angan saya berada. Terlepas dari pelbagai kisah masa lalu negeri saya sendiri, ada sebuah dorongan yang kuat akan bayangan itu, sebagaimana jika dua kata seperti “gondola” dan “kanal” menghadirkan saya di kota air tua Venezia; maka “tulip” dan “kincir” akan langsung membawa saya ke dalam aroma negeri seluas lebih dari tiga puluh tujuh ribu kilometer persegi tersebut.
Saya bisa terjatuh di atas blok jalanan tua pedesaan Mersfoot yang tertata rapi dengan udara yang lebih dingin dari negeri asal saya. Maka siapa yang tidak akan mengenal kekhasan negeri Belanda yang beribu kota di Amsterdam ini.
Belanda pastinya bukan negeri asing di telinga saya, karena setangkai tulip-pun bisa membawa angan saya langsung ke sana – di antara dataran rendah yang luas dengan bintik-bintik area peternakan dengan kincir-kincir angginnya yang silih berganti sisi-sisinya diterpa sinar mentari yang begitu rendah di Selatan, yang telah digunakan selama berabad-abad untuk mengaliri tanah-tanah di sana – suatu nostalgia teknologi abadi di antara sentuhan kecanggihan era modern ini. Sebuah inovasi dari tanah Belanda yang kemudian menyediakan air bersih bagi masyarakatnya.

Saya senang membayangkan semua itu. Namun apa yang lebih menggairahkan saya adalah pendidikannya. Bagaimana negeri kincir tersebut dapat melahirkan pemikiran dan ide yang bisa menjadi sesuatu yang nyata dengan permasalahan-permasalahan nyata yang dihadapi oleh negeri tersebut. Sebut saja proyek delta mereka yang sudah begitu terkenal, membendung laut, menciptakan pantai-pantai baru – setidaknya demikian yang saya dengar dari media masa.
Sejumlah pendidik saya di Kedokteran Gadjah Mada adalah “didikan” di tanah tulip ini, dan mereka menunjukkan dedikasi terhadap dunia pendidikan yang begitu luar biasa, tentunya bukan hanya sekadar dedikasi, namun juga sebuah kompetensi yang memikat yang menjadi sebuah sumbangan besar bagi negeri kita di sini. Dan apa yang menarik dari semua itu adalah adanya sebentuk kesadaran bahwa kemajuan atau inovasi dalam memecahkan persoalan tidak bisa hadir tanpa diskusi, bertanya, mengutarakan pendapat dan “duduk bersama” menemukan ide-ide baru atau memperbarui yang lawas.
Ini terjadi di negeri yang memiliki universitas terbanyak ke-3 di dunia (2012), dengan 5 di antaranya menjadi universitas penelitian yang masuk jajaran 100 besar daftar Times Higher Education.
Saya sendiri sangat tertarik untuk mengambil pendidikan tingkat master selama dua-tiga tahun atau doctoral selama sekitar empat tahun di negeri Belanda. Oleh karena saya terjun ke dunia pendidikan, maka saya selayaknya membekali diri saya untuk dapat mampu menjadi pembangun generasi selanjutnya yang lebih mapan, lebih kreatif, lebih inovatif dan jauh lebih baik lagi. Dan negeri di mana saya bisa menemukan setangkai tulip dan secercah kincir ini memberikan sebuah potensi besar untuk itu. Saya ingin melihat sendiri kreativitas di negeri Belanda yang hadir dalam dunia pendidikannya, sebagaimana yang ditularkan para pendidik saya di negeri sendiri.
Siapa tahu saya bisa menemukan diri saya di antara sejumlah houseboat di kanal-kanal Amsterdam dengan secangkir kopi di atas meja menikmati pergantian musim yang menenangkan.
Referensi:
- Martin, Penny. 2001. Geographica’s Pocket – World Reference. Periplus Edition. Hongkong.
- Wikipedia: Netherlands. Available at URL: http://en.wikipedia.org/wiki/Netherlands.
- Nuffic Neso Indonesia. Belanda ranking ke-3 dalam World Reputation Rankings 2012. Available at URL: http://nesoindonesia.or.id/indonesian-students/kompetiblog-2012/resources/pendidikan/5-universitas-riset-belanda-di-100-besar-world-reputation-rankings-2012/.
Tinggalkan Balasan